berita-utama

Sumbang PAD Kecil, Dishub Minta Duit Banyak

Senin, 25 November 2019 | 10:36 WIB

METROPOLITAN - Rencana Anggaran Kegiatan (RKA) Dinas Perhubungan bengkak. Untuk membeli inventaris kantor saja, sedikitnya dinas yang dipimpin Rakhmawati itu mengusulkan Rp5miliar. Nilai yang setara dengan penghasilan Dishub. Tak heran bila akhirnya banyak program dicorat coret Badan Anggaran (Banggar) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Dari usulan RKA Rp45 miliar kini menjadi Rp35 miliar. Tak aneh, sebab pada penyerahan Kebijakan Umum Anggaran – Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS), Pemerintah Kota Bogor mencatatkan defisit Rp360 miliaran. Anggaran yang masuk ke dalam inventaris kantor meliputi pengadaan buku kir dan pelat nomor yang berkisar Rp600 juta. “Pagu anggaran terakhir itu Rp35 miliar setelah terkena rasionalisasi besar-besaran menyeimbangkan defisit,” kata Kepala Dishub Kota Bogor Rakhmawati saat ditemui Metropolitan, di Balai Kota Bogor. Namun anggaran yang diusulkanya tersebut tidak begitu saja disetujui oleh Banggar, Rakhmawati mengakui ada pengurangan angka pada pos anggaran pengadaan inventaris kantor. Sedianya diusulkan Rp5 miliar, yang di-acc nyatanya hanya Rp2,3 miliar. Ia menjelaskan, inventaris kantor juga merupakan pos anggaran yang biasa ada tiap tahunnya, diantaranya untuk membayar lampu-lampu PJU juga. Ada juga belanja tidak langsung untuk pegawai hingga kajian rekayasa lalu lintas di titik kemacetan. “Buku Kir kan itu harus, itu pelayanan kita tiap tahun. Nggak ada yang spesial, pengadaan buku kir sama plat itu ada tiap tahun sekitar RP600 jutaan, untuk pengadaan sekitar 12.000 pcs, masing-masing itu,” tukasnya. Menurutnya, ada beberapa kegiatan yang menelan anggaran lebih besar dari yang lain. Namun, kegiatan itu diakuinya merupakan kegiatan yang biasa dianggarkan tiap tahunnya karena berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat. “Diantaranya Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) sekitar Rp1 miliar, lalu pengadaan dan pemasangan alat pengendali marka jalan sebesar Rp1 milar. Itu kan tersebar se-Kota Bogor. Jatuhnya kecil. Apalagi jumlah sekarang lebih kecil dari tahun lalu yang dialokasikan Rp2 miliar,” ujarnya. Selain itu, beberapa kegiatan sudah pasti dicoret terkena rasionalisasi, seperti pos anggaran Rp2,5 miliar untuk kegiatan kajian untuk angkutan pengumpan. Sebab, sambung dia, kegiatan itu berhubungan dengan dengan hasil kajian untuk rencana pengadaan Trem di Kota Bogor nantinya. "Setelah itu baru bicara feeder," ucap Rakhmawati. Meski begitu, tahun ini ada kegiatan yang berbeda lantaran tidak ada ditahun-tahun sebelumnya. Yakni kegiatan untuk kajian persiapan masuknya Lintas Rel Terpadu (LRT) ke Kota Bogor dengan anggaran kurang lebih Rp500 miliar. “Yang baru hanya itu, ada kajian untuk sirkulasi transportasi nanti ujungnya LRT di kita seperti apa. Kita siapkan, jadi kalau realisasi 2022, kita bisa ngikutin. Jadi anggaran dinas lebih kepada pelayanan saja,” tandasnya. Rakhmawati juga menjelaskan, PAD yang dihasilkan hanya sekitar 10 persen dari usulan anggaran pada RAPBD 2020. sebab, dinas yang dipimpinnya merupakan dinas yang fokus pada pelayanan publik ketimbang menggenjot pendapatan. Dari Rp5 miliar yang dihasilkan tahun ini, bersumber dari tiga sektor yang paling berkontribusi, yakni Parkir Tepi Jalan Umum, Uji kir dan retribusi Terminal Angkot. “Jumlah nya meningkat, tapi anyak titik parkir yang kita hilangkan. Memang mengurangi tapi bisa kita cari potensi lain. Tiap tahun ada kajiannya, mana yang nambah dan kurang, tinggal kita SK-kan,” paparnya. Sanada dengan Rakhamwati, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dishub Kota Bogor Dody Wahyudin menambahkan, jika potensi PAD dari parkir memang paling tinggi dibanding yang lain. Selalu ada peningkatan tiap tahunnya, termasuk lantaran adanya Terminal Parkir Elektronik (TPE) yang ada di Jalan Otista dan Suryakencana (Surken). “Sebelumnya Rp2,3 miliar, setelah ada TPE jadi Rp2,5 milar. Ada penambahan Rp200 jutaan,” terangnya. Besarnya rasionalisasi RAPBD 2020 untuk Dishub, ditengarai lantaran rekam jejak periode lalu yang cenderung kurang maksimal. Selain itu, kegiatan rutin tahunan dan kegiatan baru mengundang tanda tanya lantaran jumlahnya yang cukup besar alias tidak rasional di tiap bidang. Seperti misalnya untuk pemeliharaan shelter atau halte yng nilanya cukup besar, yakni Rp200 juta. Padahal jika melihat fungsinya, shelter yang sedianya untuk naik turun penumpang angkutan massal, seringkali malah menjadi ‘pangkalan bayangan’ ojek online, hingga tempat berjualan. Belum lagi warga Bogor yang belakangan mulai meninggalkan angkutan umum alih-alih menggunakan angkutan daring. Bagi Dody pemeliharaan shelter sangat penting lantaran itemnya banyak dan akan kumuh kalau tidak dirawat. Sehingga, kebutuhan itu dianggap penting dan tidak ada anggaran yang dicoret untuk bidang sarana prasarana. Untuk usulan pemeliharaan 24 shelter di Kota Bogor menelan anggaran sekitar Rp193 juta. “Nanti sesuai hasil dari konsultan perencana, ada bebrapa shelter yang diperbaiki. Detilnya ya sesuai kebutuhan saja, kalau tidak dirawat akan semakin kumuh. Makanya nggak ada yang dicoret dari (bidang) kita,” kata Dody. Setali tiga uang, bidang lalu lintas juga kebagian alokasi besar lantaran banyak kegiatan. Untuk pengadaan marka jalan saja, diusulkan anggaran hingga Rp1,5 miliar. Belum lagi kajian lalu lintas di wilayah rawan kemacetan diusulkan Rp500 juta. Padahal, berkaca pada pembuatan ‘karpet merah’ atau marka jalan khusus untuk lajur bus yang menelan biaya Rp837 miliar, fungsinya dirasa sia-sia lantaran Bus Transpakuan-nya pun nihil, serta bus lain yang melintas seakan ‘acuh’ dan tidak melintas di karpet merah itu.Begitu juga dengan kajian kemacetan yang setiap tahun masuk kedalam pos anggaran, nayatanya Kota Bogor masih mengalami kemacetan terlebih diakhir pekan atau hari libur. Berbeda dengan Dody, Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Kota Bogor Theofillio Francino Freitas mengatakan, jika menilik dari besaran angka, pengadaan itu mesti menunggu ketuk palu lantaran angkanya belum definitif alias masih rasionalisasi. Ia menerangkan, kegiatan yang ada di lalu lintas itu biasa diadakan di tahun-tahun sebelumnya. “Itu ada rutin lah. Marka jalan tahun ini ada, kajian wilayah macet juga tahun ini ada. Nah kalau untuk 2020, belum bisa bicara sekarang,” paparnya. Theo, sapaan karibnya menyebut, usulan kerja itu mengacu pada kebutuhan yang sudah rutin. Ia mencontohkan untuk kajian kemacetan, tahun ini ada kajian di jalan Otista. Hasilnya, diketahui Jembatan Otista jadi ‘bottleneck’ dan jadi biang macet. “Kajian itu kita serahkan ke PUPR untuk selanjutnya ditindak lanjut. Juga kajian kemacetan di Empang, simpangan itu ternyata nggak ideal, makan kedepan harus dilebarkan. Nah itu dinas lain bisa tindak lanjut,” terangnya. Namun, rupanya tidak semua usulan bidang di-acc, lantaran ada beberapa usulan dengan nilai besar justru dicoret lantaran dianggap tidak terlalu manfaat. Salah satunya usulan anggaran untuk reduksi angkutan pengumpan atau feeder yang mencapai Rp2,4 miliar. Hal itu diungkapkan Kabid Angkutan Dishub Kota Bogor, Jimmy Hutapea. “Reduksi atau pengurangan angkutan pengumpan merupakan bagian dari penataan angkot di Kota Bogor. Keberadaan angkot yang saat ini sudah mencapai kurang lebih 3000 unit harus dikurangi. “Maka dari itu, kami ini mencoba menjalankan program konversi 3:1, tapi tidak berjalan lancar,” tukasnya. Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor Ade Sarip Hidayat merangkan, RAPBD 2020 akan segera diparipurnakan pada awal pekan ini. Hal ini setelah bahasan berujung pada seimbang antara pendapatan dan rencana belanja. Dishub pun masuk rasionalisasi lantaran regulasi 20 persen dari anggaran hanya ada untuk kepentingan kesehatan dan pendidikan. “Dinas-dinas rasionalisasi, selain itu target BPTHB ditambah Rp5 miliar. Total APBD 2020 itu Rp2,3 triliun, belum termasuk bantuan dari pusat atau pemprov (Jabar). Total belanja sebelum rasionalisasi Rp2,7 triliu dan pembiayaan Rp130 miliar dari silpa. Balance dengan pangkas kegiatan, pengadaan kendaraan operasional hingga perjalanan dinas,” tuntasnya. (ryn/d/mam)

Tags

Terkini