METROPOLITAN – Jomplangnya permintaan rencana belanja Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2020, yang mencapai Rp35 miliar dibandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan hanya sekitar Rp5 miliar, menuai reaksi dari anggota DRPD Kota Bogor. Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Bogor Rizal Utami juga mengaku tak habis fikir mengapa dinas yang dipimpin Rakhmawati itu ‘hanya’ menghasikan pendapatan segitu. Politisi PPP itu mengatakan, Dishub seharusnya bisa menggali pedapatan lebih dari sekedar bertahan di angka Rp5 miliar, yang berjalan beberapa tahun, bahkan pada rencana pendapatan 2020. Setelah ketuk palu rapat paripurna APBD 2020 yang rencananya akan dilakukan hari ini (26/11), komisi II akan segera memanggil Dishub dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya, terkait potensi pendapatan, yang menjadi rekan kerja komisi II. “Itu baru dilakukan, karena rapat kerja beberapa waktu lalu sebelum dibawa ke Badan Anggaran (Banggar), komisi II cuma punya waktu 30-45 menit pembahasan soal anggaran kedepan. Kan harusnya Agustus mulai bahas, tapi belum ada pimpinan dan AKD, jadi waktu ketemu kami itu bawa bahannya ‘mentah’ lah. Kami akan panggil kaitan jomplangnya angka itu,” katanya kepada Metropolitan, kemarin. Ia mengaku tidak habis fikir dengan capaian PAD yang cuma Rp5 miliar, dan target yang tak jauh berkisar di angka yang sama. Padahal, dari sektor parkir misalnya, bisa lebih digenjot dari hasil yang ada sekarang. Memang, diakuinya, sektor parkir Dishub terbatas lantaran hanya diambil dari parkir tepi jalan. Dimana sebagian besar parkir, seperti dalam gedung atau pasar, sudah dikelola pihak ketiga atau instansi terkait. “Bisa dicari potensi lainnya. Yang pasti nggak ngerti aja kenapa cuma Rp5 miliar, parkir yang pinggir jalan bisa digali lagi,” imbuhnya. Meski begitu, Rizal juga mengakui bahwa rencana anggaran 2020 belum terlalu dibedah dan bisa dikritis per item dan juga target PAD pada 2020. termasuk rencana kegiatan hingga ke harga satuan detail kegiatan yang dilakukan. “Waktu kita terbatas waktu itu, belum dibedah dan kritisi total per item juga target 2020. Makanya kita sudah ajukan rekomendasi ke Banggar, seperti target dan prbaikan kedepan,” terangnya. Pria yang juga sempat malang melintang di pimpinan Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PD PPJ) itu juga agak aneh ketika dinas seperti Dishub justru tidak menargetkan peningkatan PAD pada 2020 dengan optimis. Padahal, pertumbuhan penduduk meningkat seiring potensi ekonomi. “Supaya punya target itu nambah dengan baik, optiomis, jadi nggak layu. Kita tahu penduduk Kota Bogor bertambah, masa PAD-nya stagnan atau malah turun,” pungkasnya. Sebelumnya, dari usulan Rencana Kerja Anggaran (RKA) Rp45 miliar, Dishub kini hanya mendapatkan Rp35 miliar. Tak aneh karena pada penyerahan Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS), Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mencatatkan defisit Rp360 miliaran. Anggaran yang masuk dalam inventaris kantor itu meliputi pengadaan buku KIR dan pelat nomor yang berkisar Rp600 juta. “Pagu anggaran terakhir itu Rp35 miliar, setelah terkena rasionalisasi besar-besaran menyeimbangkan defisit,” terang Kepala Dishub Kota Bogor, Rakhmawati, saat ditemui Metropolitan di Balai Kota Bogor. Namun anggaran yang diusulkannya itu tidak begitu saja disetujui Banggar. Rakhmawati mengakui ada pengurangan angka pada pos anggaran pengadaan inventaris kantor. Sedianya diusulkan Rp5 miliar, namun yang di-acc nyatanya hanya Rp2,3 miliar. Ia menjelaskan, inventaris kantor juga merupakan pos anggaran yang biasa ada setiap tahunnya, di antaranya untuk membayar lampu-lampu PJU juga. Ada juga belanja tidak langsung untuk pegawai hingga kajian rekayasa lalu lintas di titik kemacetan. “Buku KIR kan itu harus, itu pelayanan kita tiap tahun. Nggak ada yang spesial, pengadaan buku KIR sama pelat itu ada setiap tahun sekitar Rp600 jutaan, untuk pengadaan sekitar 12.000 pcs, masing-masing itu,” ujarnya. Menurutnya, ada beberapa kegiatan yang menelan anggaran lebih besar dari yang lain. Namun itu diakuinya kegiatan yang biasa dianggarkan setiap tahunnya, karena berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat. “Di antaranya Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) sekitar Rp1 miliar lalu pengadaan dan pemasangan alat pengendali marka jalan sebesar Rp1 miliar. Itu kan tersebar se-Kota Bogor. Jatuhnya kecil. Apalagi, jumlah sekarang lebih kecil dari tahun lalu yang dialokasikan Rp2 miliar,” katanya. Selain itu, beberapa kegiatan pasti dicoret terkena rasionalisasi, seperti pos anggaran Rp2,5 miliar untuk kegiatan kajian angkutan pengumpan. Sebab, kegiatan itu berhubungan dengan hasil kajian untuk rencana pengadaan Trem di Kota Bogor nantinya. "Setelah itu baru bicara feeder," ujar Rakhmawati. Meski begitu, tahun ini ada kegiatan yang berbeda lantaran tidak ada di tahun-tahun sebelumnya. Yakni, kegiatan untuk kajian persiapan masuknya Lintas Rel Terpadu (LRT) ke Kota Bogor dengan anggaran kurang lebih Rp500 miliar. “Yang baru hanya itu, ada kajian untuk sirkulasi transportasi nanti ujungnya LRT di kita seperti apa. Kita siapkan, jadi kalau realisasi 2022, kita bisa ngikutin. Jadi, anggaran dinas lebih ke pelayanan saja,” terangnya. Rakhmawati menjelaskan, PAD yang dihasilkan hanya sekitar 10 persen dari usulan anggaran pada RAPBD 2020. Sebab, dinas yang dipimpinnya merupakan dinas yang fokus pada pelayanan publik ketimbang menggenjot pendapatan. Dari Rp5 miliar yang dihasilkan tahun ini, bersumber dari tiga sektor yang paling berkontribusi, yakni Parkir Tepi Jalan Umum, Uji KIR dan retribusi Terminal Angkot. “Jumlahnya meningkat, tapi banyak titik parkir yang kita hilangkan. Memang mengurangi, tapi bisa kita cari potensi lain. Tiap tahun ada kajiannya, mana yang nambah dan kurang, tinggal kita SK-kan,” paparnya. (ryn/b/mam)