berita-utama

UN Dihapus, Pelajar Bogor Girang

Kamis, 12 Desember 2019 | 09:22 WIB

METROPOLITAN - Keceriaan terpancar jelas dari wajah Fitria Ningsih, siswi SMA Negeri 1 Ciawi, saat mendengar kabar bahwa Ujian Nasional (UN) telah dihapuskan. Sebab, hal yang ditakutinya saat ini telah hilang seiring hadirnya kebijakan 'Merdeka Belajar' yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Gadis yang masih duduk di bangku kelas XI atau kelas dua SMA itu mengaku lebih beruntung lantaran penghapusan UN tersebut bakal dilakukan pada 2021, di mana ia merupakan angkatan pertama yang bakal melaksanakannya. Wanita yang akrab disapa Fiti ini menjelaskan, kebijakan yang dikeluarkan oleh Mendikbud sangat meringankan beban para siswa yang akan menghadapi UN. Meski saat ini masih kelas 2, Mita mengaku merasa riskan dengan kehadiran UN, walaupun saat ini tidak menjadi penentu seorang siswa untuk lulus dari sekolah. “Tapi tetep takut nilainya jelek, karena masih ada UNBK,” ujarnya kepada Metropolitan. Meski begitu Fifit juga tidak ingin bersantai-santai dalam belajar disekolah, ia tetap ingin mendulang prestasi. Sementara itu, untuk para siswa yang saat ini kelas 3 SMA, lanjut Fitri, banyak yang terlihat memiliki beban lantaran akan menghadapi UN dalam beberapa bulan kedepan. “Kalau lihat kakak kelas kanya pada pusing-pusing karena tinggal sebentar lagi UN,” kata dia. Selain itu, Fitri juga mengaku akan merayakan pesta kecil dengan teman-temannya sebagai bentuk kebahagiannya atas dihapusnya UN. “Yaa mau traktiran sama temen-temen. Bentuk kebahagian karena sekarang UN sudah tidak ada,” jelasnya. Senada dengan Rosmita Andarini siswi SMA Negeri 1 Caringin yang ikut senang dengan dihapusnya UN, meski dirinya seikit kecewa lantaran UN tidak dihapuskan pada tahun 2020. “Seneng sih, tapi sayangnya aku masih ikut UN karena penerapannya pada 2021,” kata dia. Wanita yang kerap disapa Mita ini juga telah menyiapkan berbagai hal menjelang UN mulai dari les diluar sekolah hingga ikut bimbingan belajar yang diadakan oleh sekolahnya. “Aku sih sudah banyak persiapan menjelang UN ini,” jelasnya. Penghapusan UN rupanya mendapat reaksi dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Fahrudin, menurutnya pihaknya siap untuk menjalankan perintah Kemendikbud. Ia sendiri mengaku saat mengikuti sosialisasi yang diberikan oleh Kemendikbud di Jakarta. Di Kota Bogor sendiri, saat ini fokus utama pendidikan menurut Fahrudin adalah membuat para siswa mampu mengeksplor bakatnya secara alami. Selain dari segi pendidikan formal, pendidikan informal pun selalu menjadi andalan bagi Disdik Kota Bogor dalam membina siswa-siswi untuk menemui bakat dan potensinya. “Untuk kualitas pendidik, setiap tahunnya juga kami memberikan pelatihan untuk terus meningkatkan mutu pendidik. Itu semua kami anggarkan melalui APBD dan kami berharap dengan adanya sistem yang baru, dunia pendidikan bisa lebih baik lagi,” katanya. Senada dengan Kota Bogor Kadisdik Kabupaten Bogor, Entis Sutisna, sudah memiliki arah tujuan pendidikan yang tertuang didalam program Karsa Bogor Cerdas, Pancakarsa. Dalam hal merealisasikan Bogor Cerdas yang secara spesifik bertujuan untuk peningkatan Sumber Daya Manusia, salah satu targetnya menurut Entis adalah dengan meningkatkan kompetensi para guru ( khususnya guru honorer ) melalui diklat yang akan rutin di laksanakan. Ia menambagkan, selain meningkatkan SDM para guru, yang tak kalah pentingnya adalah peningkatan fasilitas sekolah. Termasuk sarana pra sarana kegiatan belajar mengajar merupakan penunjang yang perlu di perhatikan. “Ini sudah sejalan dengan instruksi dari Bupati. Sekarang kami tinggal menyelaraskan saja perintah dari Kemendikbud dengan visi misi Bupati. Intinya kami sudah bertekad untuk memperbaiki dunia pendidikan di Bumi Tegar Beriman,” paparnya. Menanggapi hal itu, Rektor Universitas Pakuan Bogor, Bibin Rubini mengaku sepakat jika UN diganti dengan asesmen kompetensi dan survei karakter. Karena, tujuan semula dibentuknya UN ini untuk melihat pemetaan mutu sistem pendidikan nasional. Bukan malah menjadi indikator keberhasilan individu atau sebagai alat seleksi masuk ke jenjang ke lebih tinggi yang seperti saat ini diterapkan. “Saya sepakat. UN yang selama ini diterapkan menjadi beban tersendiri bagi siswa dan orang tua,” kata Bibin. Menurutnya, dengan penerapan UN yang dijadikan sebagai alat seleksi masuk ke jenjang ke lebih tinggi seperti ini tentu menimbulkan dampak negatif tersendiri. Para guru dan siswa akan mengejar nilai yang tinggi agar bisa masuk ke jenjang lebih tinggi dengan cara mudah atau tidak repot. “Prakteknya menimbulkan kecurangan sehingga tujuan UN itu jauh dari harapan. Contoh kecilnya seperti kebocoran soal, mencontek hingga guru mememberikan jawaban. Itu kan faktor UN karena dijadikan sebagai alat seleksi masuk ke jenjang ke lebih tinggi. Ya kalau buat banyak penyimpangan buat apa,” ucap dia. Dalam kesempatan ini, Bibin pun belum mengetahui apakah ada regulasi seperti UN yang memudahkan siswa masuk ke jenjang lebih tinggi tanpa melalui tes. Baginya, mungkin akan ada pertimbangan lain dari pemerintah seperti apa selanjutnya. “Mungkin ada pertimbangan lain, tetapi kita belum tau seperti apa seleksinya. Yang jelas masuk perguruan tinggi itu harus melalui tes ketepatan dan itu diserahkan ke perguruan tingginya masing-masing. Kalau di kita sudah tidak berpatokan dengan UN (siswa masuk ke universitas). Mungkin ada sebagian universitas yang masih menggunakan itu,” ujarnya. Sementara itu, Rektor UIKA Bogor Prof Ending Bahrudin mengaku jika kebjikan yang diambil oleh Mendikbud merupakan langkah yang tepat, sehingga dengan kebikan tersebut tidak membebani para siswa menjelan UN. “Tidak menjadi masalah jika UN dihapus, karena masih ada penilaian yang lain yang dilakukan oleh guru kepada siswanya,” kata dia. Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Nadiem Makarim menetapkan empat program pembelajaran nasional. Nadiem menyebut empat program ini sebagai kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar". "Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional ( UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi," ujar Nadiem di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (11/12) kemarin. "Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia," tutur Nadiem. Pendiri Go-Jek ini lantas menjelaskan rincian empat program yang ditetapkannya. Pertama, arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN, pada tahun 2020 akan dilakukan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan, baik itu tugas kelompok, karya tulis, maupun sebagainya. "Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa," ucap Nadiem. "Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran," kata dia. Kedua, mengenai UN, Nadiem menegaskan tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN untuk terakhir kalinya. "Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," ujar dia. Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Kemudian, hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. "Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS," kata Nadiem. (rex/rez/mam)

Tags

Terkini