METROPOLITAN - Keterbatasan rupanya tidak menjadi halangan untuk berkreativitas. Untuk bangkitkan semangat hidup dan berkarya lagi setelah terpuruk karena kehilangan satu kaki tentu butuh waktu. Apalagi sosok Mulyono tak mau dikasihani. Pengin bisa hidup mandiri dengan cucuran keringat sendiri. Mengingat kenangan peristiwa tahun 2010 menjadi momen menyakitkan bagi Mulyono (39) warga Jalan Kenanga RT 4/RW 2, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Pasalnya, dia yang saat itu masih berstatus sebagai pekerja pada bagian finishing di sebuah pabrik mebel di Boyolali mengalami kecelakaan kerja sehingga mengharuskan kaki kirinya diamputasi. Mulyono bercerita sewaktu kejadian dirinya tengah mendapat tugas membongkar sebuah rumah tua. Celakanya, material bangunan menimpa kaki kirinya hingga tidak bisa digerakkan dan akhirnya harus diamputasi. "Saat kejadian itu, selama dua tahun saya tidak bisa beraktivitas normal. Tapi pemilik perusahaan menanggung semua kebutuhan hidup saya, hingga saya dipekerjakan kembali," terangnya. Setelah menjalani perawatan dan dinyatakan sembuh Mulyono kembali bekerja meski dengan satu kaki. Tetapi, kehadirannya bukan menjadi sebuah hal penting sebagaimana dulu. Hingga kemudian dia sadar keberadaannya seolah tidak dihiraukan lingkungan tempat kerjanya. Pekerjaan yang biasa dilakukannya, dialihkan ke orang lain. Sedangkan dia diberikan tugas pekerjaan baru. Mulyono saat itu menilai bahwa pemberian pekerjaan kepadanya dilandasi rasa belas kasihan. Lokasi perusahaan mebel tempat Mulyono bekerja di Boyolali. "Lalu tahun 2017 saya memutuskan kembali pulang ke Salatiga karena tidak mau menjadi beban serta menolak dikasihani lantaran hanya memiliki satu kaki," katanya. Ia menambahkan, sekembalinya di Salatiga diakuinya justru tidak membuat batinnya lebih baik tetapi malah merasa semakin terpuruk. Bahkan, dia sempat mengurung diri hingga setahun lamanya. Semangatnya mulai muncul kembali ketika tetangga memberikan penilaian lain serta menerima keberadaannya sekarang dengan satu kaki dan selalu mendorongnya agar bersedia bersosialisasi. Dia pun tak bisa naik sepeda motor dengan kondisi saat ini. Dia sudah tak punya orangtua. Hidup sebatang kara. Jika ingin bepergian ke mana-mana Mulyono diantar tetangganya. "Tapi kembali di Salatiga, saya justru terpuruk. Tak punya pekerjaan dan terus mengurung diri di rumah. Saya merasa semua sudah selesai. Hampir setahun saya tidak bergaul 2017-2018. Empat bulan lalu para tetangga meminta saya untuk memanfaatkan bekas warung yang tak terpakai guna membuka usaha," ujarnya. Mendapat dukungan dari lingkungan dan motivasi semangat kerjanya perlahan bangkit. Bahkan, sebagian tetangga dengan sukarela memberikan gambar miniatur mobil berbahan triplek supaya diproduksi karena memiliki nilai ekonomi. Sekarang, Mulyno rutin bikin miniatur mobil-mobilan. Dan pria lajang yang mengaku tidak memiliki latar belakang sebagai pengrajin itu juga mampu membuat sangkar burung. "Sementara karena masih baru saya hanya mampu memproduksi dengan jumlah terbatas. Yang penting saya merasa hidup kembali karena ternyata diterima lingkungan dan diberi kepercayaan," ungkapnya. (tib/mam)