METROPOLITAN - Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor mencatat sekitar 70 persen angkutan kota (angkot) tak beroperasi di Kota Hujan saat ini. Para sopir memilih memarkirkan kendaraannya imbas semakin masifnya penyebaran pandemi virus corona alias Covid-19. ”Sampai awal April, yang beroperasi kurang lebih 30 persenan,” kata Kepala Dishub Kota Bogor Eko Prabowo. Menurutnya, dengan kejadian ini Dishub Kota Bogor telah mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan para sopir angkot yang notabene merupakan pekerja informal. Di mana para sopir akan mendapatkan bantuan melalui program dalam social safety net yang dimiliki Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. ”Rp200 ribu per keluarga penerima manfaat setiap bulannya. Sekarang lagi tahap pengumpulan dan validasi data,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Sekretaris DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor, Freddy Djuhardi, meminta Pemkot Bogor tidak hanya memikirkan nasib para sopir, melainkan kernet yang termasuk non-Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di RT/RW-nya. ”Mereka ini jelas-jelas tidak memiliki pendapatan lagi selain dari angkot. Kita berharap pemerintah bisa memprioritaskan, dan anggaran yang diberikan pun layak untuk mereka,” katanya. Freddy menjelaskan kenapa para sopir tidak beroperasi menarik saat ini. Menurutnya, kebijakan pemerintah terkait physical distancing membuat jumlah penumpang berturun saat ini. ”Salah satu alasan itu yang membuat sopir dan pengusaha angkot terus mengalami keterpurukan,” jelasnya. Di sisi lain, Freddy menuturkan, angkot yang mengalami pengurangan operasi berada di trayek 05, 06, 07, 08, 09, 11, 16, 19, 20, 22 dan 23 AK. Dengan rata-rata angkot yang beroperasi hanya sekitar 40 sampai 50 angkot, atau rata-rata 30 persen yang beroperasi di trayek tersebut. Sehingga dari total keseluruhan 3.400 angkot, diperkirakan hanya 1.700 angkot yang beroperasi. (dil/c/rez/run)