berita-utama

Menteri Edhy Prabowo Ditetapkan Tersangka, Diduga Terima Suap Rp9 Miliar

Kamis, 26 November 2020 | 09:06 WIB

METROPOLITAN - Setelah kurang lebih sembilan bulan berhenti melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menga­getkan publik dengan mengamankan Men­teri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. Tangkap tangan KPK terhadap Edhy dilakukan di Bandara Soekar­no Hatta pada Rabu (25/11) dini hari. Atas penangkapan itu, KPK resmi menetapkan Edhy Pra­bowo sebagai tersangka da­lam kasus suap izin ekspor benih lobster. ”Tujuh ter­sangka atas nama EP, SAF, APM, SWD, AF dan AM, dan sebagai pemberi SYD,” kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango. Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan Edhy ditangkap tim penyidik KPK terkait kasus dugaan tindak korupsi izin ekspor benih lob­ster atau benur. Edhy ditang­kap penyidik KPK di Bandara Soekarno Hatta. ”Yang ber­sangkutan diduga terlibat ko­rupsi dalam penetapan izin ekspor baby lobster,” kata Firli. Ia mengatakan, Edhy Pra­bowo ditangkap tim peninda­kan KPK usai kembali dari Honolulu, Hawai, Amerika Serikat. Selain Edhy, istri dan pegawai KKP turut ditangkap dalam operasi tersebut. ”Tadi malam Menteri KKP diaman­kan KPK di Bandara 3 Soetta saat kembali dari Honolulu,” katanya. Firli menuturkan, Edhy dan jajaran KKP serta sang istri tengah menjalani pemeriksa­an intensif oleh penyidik KPK. KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hu­kum Edhy Prabowo dan me­reka yang diamankan. ”Seka­rang beliau (Edhy, red) di KPK untuk dimintai keterangan. Nanti akan disampaikan pen­jelasan resmi KPK. Mohon kita beri waktu tim kedepu­tian penindakan bekerja dulu,” ujarnya. Sementara itu, di balik penangkapan Edhy Prabowo yang dilakukan KPK, memun­culkan fakta baru. Edy disi­nyalir menerima suap dari berbagai perusahaan peng­ekspor benih lobster senilai Rp9 miliar. Suap itu diduga tidak diberikan dalam bentuk uang tunai. Namun melalui kartu debit ATM sebuah bank pelat merah. Berdasarkan informasi, kartu debit ATM tersebut dipe­gang ajudannya. Saat Edhy bertugas ke Amerika Serikat, kader Partai Gerindra itu ke­mudian mengambilnya dengan membelanjakan berbagai ba­rang mewah seperti tas Hermes, jam tangan mewah dan ber­bagai barang-barang mewah lainnya. Dari berbagai pembelian barang mewah tersebut, Edhy menghabiskan uang sekitar Rp1 miliar, dari total Rp9 mi­liar yang didapatkan dari ber­bagai perusahaan yang akan mendapatkan jatah ekspor benih lobster. Terkait penerimaan kartu debit ATM tersebut, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membe­narkannya. Kendati demikian, ia belum mau menyebut be­rapa jumlah nominal uang dalam ATM tersebut. “Turut diamankan sejumlah barang, di antaranya kartu debit ATM yang diduga ter­kait tindak pidana korupsi, dan saat ini masih diinventarisir oleh tim,” kata Ali Fikri, Rabu (25/11). Untuk diketahui, pada Juli lalu, kebijakan melegalkan ekspor benih lobster memang sempat menuai beragam pro dan kontra. Salah satunya datang langsung dari Susi Pudjiastuti yang juga sebe­lumnya menjabat menteri Kelautan dan Perikanan pe­riode 2014-2019. Meski demikian, KKP menga­ku memiliki alasan kuat mem­buka kemungkinan keran ekspor bibit lobster. Namun rencana Menteri Edhy itu ber­banding terbalik dengan apa yang dilakukan Susi. Sebab, saat menjabat, Susi sangat melarang ekspor benih lobster untuk melindungi bibit lobster dan meningkatkan kesejahte­raan nelayan. Di sisi lain, KKP angkat bi­cara mengenai penangkapan Edhy Prabowo bersama istri dan sejumlah pejabat tinggi KKP terkait dugaan kasus eks­por benih lobster. Kemente­rian yang dipimpin Edhy itu menyatakan belum dapat berkomentar lebih lanjut lan­taran masih menunggu infor­masi resmi dari KPK. “Kami masih menunggu in­formasi resmi dari pihak KPK mengenai kondisi yang sedang terjadi,” ucap Sekretaris Jen­deral KKP, Antam Novambar, dalam keterangan tertulisnya, kemarin. Soal pendampingan kepada pejabat KKP yang terjaring operasi KPK, Antam menya­takan lembaganya bakal mengikuti prosedur dan ke­tentuan yang berlaku. Ia mengaku KKP menghargai proses hukum yang sedang berjalan di lembaga antira­suah tersebut. Ia juga mengimbau masy­arakat tidak berspekulasi mengenai proses hukum yang sedang berjalan. “Mari kita menunggu bersama infor­masi resminya seperti apa. Dan biar penegak hukum bekerja secara profesional,” ujarnya. (jp/lip/tir/rez/run)

Tags

Terkini