METROPOLITAN - Belakangan ini masyarakat Kota Bogor terus dihantui aksi keji yang dilakukan geng motor. Pasalnya, tindak kriminalitas sekelompok begundal itu sudah menyasar perkampungan. Bahkan tak jarang mereka menyerang warga yang sedang berjaga malam. Tak sedikit juga warga yang menjadi korban dari keberingasan geng motor tersebut. Terhitung sudah puluhan orang menjadi korban geng motor sejak awal tahun hingga Desember 2020. Teranyar atau belum lama ini, geng motor menyerang warga Kampung Warunglegok, Kedungwaringin, Kecamatan Tanahsareal, pada Rabu (2/12). Edi Junaedi (55) menjadi korban pembacokan di bagian kepalanya. Saat ditemui Metropolitan di kediamannya, Edi yang baru saja keluar dari RSUD Kota Bogor tengah duduk di bale depan rumahnya sembari ditemani secangkir kopi hitam yang disajikan istrinya. Asap rokok yang keluar dari mulut Edi membumbung tinggi ke udara, seraya menceritakan kembali saat-saat kejadian berdarah malam itu. Edi mengaku tak pernah membayangkan masih bisa menikmati wangi hujan di sore hari khas Kota Bogor. Sebab, ia mengaku sudah pasrah akan keadaan dirinya saat ia menjalani operasi kepala usai menjadi korban pembacokan. ”Saya cuma ingat, saya ditarik, terus kepala saya dililit pakai sarung. Dan di situ istri saya teriak-teriak. Setelah itu, semuanya tiba-tiba gelap dan kaki saya mulai dingin,” kata Edi sambil memegang ujung jempol kakinya. Edi menjadi salah satu korban keganasan dari penyerangan geng motor Wartal dan Tim Ogah Mundur (TOM), yang mengakibatkan dirinya harus mendapatkan 15 jahitan di kepala dan delapan jahitan di bagian pergelangan tangan kiri. Selama satu hari, Edi pun dinyatakan koma dan harus diberikan transfusi darah karena kehilangan banyak darah akibat luka bacokan yang mengenai tengkorak kepalanya. Luka yang didapat Edi pun membuatnya mendapatkan julukan baru, yaitu Edi Bacok. ”Setelah operasi, saya kehilangan banyak darah. Dan setelah mendapatkan transfusi darah, alhamdulillah langsung sadar lagi. Tiba-tiba suster dan dokter memanggil saya, Edi Bacok, karena saya dianggap aneh karena tidak mengeluh dan langsung sadar sepenuhnya,” ujar Edi. Kepada para dokter dan suster, Edi mengaku ingin segera pulang. Sebab, ia masih kepikiran kampungnya yang kini menjadi sasaran anggota geng motor. Tekadnya melindungi kampungnya itu bukan untuk membalaskan dendamnya kepada para kawanan geng motor ini. Tetapi hanya untuk melindungi warga, terutama anak-anak dari serangan geng motor yang kian lama makin meresahkan warga. ”Saya tidak dendam. Saya tidak marah. Saya hanya heran, kenapa harus kampung saya yang diserang. Kami tidak pernah membuat masalah dengan siapa pun. Kalaupun mereka merasa ada masalah, ya sudah, ayo diobrolin saja. Saya tidak dendam,” jelas Edi. Hanya dua hari perawatan yang Edi terima di RSUD Kota Bogor, akhirnya pihak rumah sakit memperbolehkan Edi pulang, dengan perban yang menempel di kepala dan tangan sebelah kiri. Kini Edi hanya bisa memastikan agar warga di kampungnya tidak melakukan serangan balik kepada geng motor. Edi juga mengaku tidak ingat muka orang-orang yang menyerangnya. Sebab, malam kejadian itu ia hanya berfokus pada senjata yang mengincar tubuhnya. ”Semuanya pada pakai helm dan masker, jadi nggak kelihatan. Saya juga fokus saja nangkis serangan,” ungkap Edi. Ia pun kini hanya bisa berharap pihak kepolisian bisa menangkap anggota geng motor yang sudah meresahkan warganya sejak November silam itu. Pasalnya, ia dan beberapa warga lainnya sudah berkali-kali membuat laporan polisi ke pihak Polsek Tanahsareal. Namun, hingga jatuhnya korban, pihak kepolisian masih belum bisa juga membawa rasa aman kembali ke kampungnya. ”Saya harap polisi mau bekerja. Kami resah. Tiap malam itu yang lewat juga jarang di sini mah. Jadi sekarang paling kami rencananya mau masang pagar saja di gang. Kalau ada geng motor lagi kan jadi mereka nggak bisa masuk lagi. Yang penting semuanya aman,” ujarnya. Menanggapi hal itu, pakar kriminolog Adrianus Eliasta Meliala meminta aparat keamanan segera menghentikan aksi brutal yang dilakukan geng motor. Sebab, ia khawatir kenakalan para anggota geng motor akan mengalami peningkatan dan bahkan perubahan pola kembali. ”Kalau sekarang ada indikasi mereka melakukan kekerasan kepada orang yang tidak bersalah, mungkin ke depan ada lagi yang lebih tinggi tingkatnya. Ini tentu harus dicegah bersama sedari sekarang oleh semua pihak, tanpa terkecuali,” katanya kepada Metropolitan, kemarin. Ia menyebut belakangan ini pola dan tindak tanduk geng motor memang kerap mengalami perubahan. Mulanya, geng motor terbentuk atas inisiatif dari kawula muda yang ingin menghabiskan waktu luangnya bersama. Seiring waktu, pola-pola pun berubah. Dari yang semula hanya sebatas nongkrong bersama sambil membentangkan spanduk di motor yang berjajar, kali ini mereka mulai ingin menunjukkan eksistensi kelompoknya dengan cara beragam. ”Salah satunya dengan cara pawai keliling daerah, berebut wilayah hingga mencari popularitas untuk kelompoknya di mata kelompok lain. Fenomena ini yang seharusnya sama-sama kita sikapi,” ucapnya. Dalam kesempatan ini, ia juga meminta pemerintah daerah dan wilayah untuk bersama-sama melakukan antisipasi hal ini sedari dini. ”Tidak hanya petugas keamanan, semuanya harus terlibat. Mulai dari RT hingga pucuk pimpinan daerah seperti wali kota,” tegasnya. Ia mengaku tidak bisa memastikan apa penyebab utama geng motor jika menyasar perkampungan. ”Kita belum bisa pastikan motifnya apa, karena ini butuh pendalaman dan pendekatan. Karena pasti motifnya berbeda-beda. Minimal harus kita tangkap dulu, baru bisa kita simpulkan apa motifnya,” ujarnya. Di sisi lain, Paur Humas Polresta Bogor Kota Ipda Rachmat Gumilar mengaku belum bisa berkomentar banyak mengenai hal tersebut. Sebab, kasus geng motor tersebut masih ditangani jajaran Reserse Kriminal Polresta Bogor Kota. ”Besok ya, besok ada rapatnya, nanti kami informasikan kembali,” singkatnya. (dil/ogi/d/rez/run)