berita-utama

Keluar Penjara, Istri Baru Dijadikan Kurir Narkoba

Jumat, 30 April 2021 | 10:50 WIB

Seorang residivis narkoba berinisial AR yang pernah mendekam di jeruji besi tak juga kapok berurusan dengan polisi. Usai bebas dari tahanan, AR justru kembali ke lembah hitam narkoba. Bersama sang istri yang baru dinikahinya empat bulan, AR melebarkan pasar narkobanya di wilayah Bogor. SEBULAN menikah, pa­sangan suami-istri (pasutri) itu tinggal di rumah yang be­rada di kawasan Puncak, Ka­bupaten Bogor. AS pun langs­ung diajak AR menjalankan bisnis haramnya. AS dijadikan kurir narkoba alias ‘kuda’ oleh suaminya yang sebelumnya sudah dip­enjara. Hingga tiga bulan berjalan, keduanya pun di­bekuk Satuan Narkoba Polres Bogor. Pasutri tersebut diringkus pada 15 April 2021 dalam ka­sus peredaran narkotika jenis sabu. Kapolres Bogor AKBP Harun menjelaskan bahwa tersangka ditangkap bersama suaminya. Untuk pemasaran barang haram tersebut, AR memasarkannya di daerah Bandung dan mencari market di daerah Bogor. Harun menjelaskan terung­kapnya praktik peredaran narkoba oleh pasutri itu be­rawal dari adanya laporan masyarakat. ”Untuk transaksinya masih sama, menggunakan jasa pengiriman dan ojol (ojek online, red) seolah-olah barang pesanan elektronik sehingga tidak menimbulkan kecuri­gaan,” ujar Harun dalam kon­ferensi pers di Mako Polres Bogor, Kamis (29/4). Ia melanjutkan, pasutri ter­sebut menggunakan modus sistem tempel yang ditaruh di salah satu tempat. ”Sang istri (AS, red) disuruh suaminya untuk menaruh narkoba di tempat yang sudah direncanakan,” ungkapnya. Sementara itu, Kasat Nar­koba AKP Chandra menjelas­kan pasutri itu sudah melaks­anakan jual-beli narkoba selama tiga bulan, dengan modus membeli narkotika jenis sabu melalui Facebook dengan judul jole surwati. ”Setelah order, pengiriman­nya melalui jasa pengiriman barang ditaruh di sebuah barang elektronik. Dan ter­sangka istri (AS, red) men­jual dengan sistem tempel menggunakan medsos (media sosial, red) sambil nyambi nama kue,” terang Candra. AR merupakan residivis se­lama lima tahun dari 2016 di Lapas Bancey Bandung. Barang haram tersebut AR dapatkan dari temannya yang di dalam lapas. ”Jadi dulu mereka sama-sama di lapas AR. Akhirnya mereka bebas. Setelah bebas, mereka kembali bisnis nar­koba. Teman AR masih dalam pencarian,” ujar Candra. Atas perbuatan tersebut, AS dan AR dikenakan Pasal 114 ayat 2 dan 112 ayat UU 35 Ta­hun 2009 tentang Narkotika, ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp1 miliar dan maksimal Rp10 miliar. Sedangkan 17 tersangka lain­nya dikenakan Pasal 114 ayat 1 dan 112 UU 35 Tahun 2009 minimal empat tahun, mak­simal 12 tahun penjara, dan denda minimal Rp800 juta maksimal Rp8 miliar. Selain pasutri tersebut, Pol­res Bogor juga berhasil men­gungkap kejahatan yang dila­kukan 19 pelaku dalam kurun waktu dua pekan. Barang bukti yang diamankan yakni sabu seberat 126,66 gram, ganja 12,1 gram, tembakau sintetis 4 gram, dan obat-obatan 1.874 butir yang dida­pat dari tersangka. Total ada 19 tersangka yang berhasil diringkus. Tak hanya itu, kakak beradik yang membuka bisnis di tengah pandemi Covid-19 juga ber­hasil diamankan. Tidak tang­gung-tanggung, mereka mem­buka pabrik narkoba di ka­wasan Puncak. Kapolresta Bogor Kota Kom­bes Pol Susatyo Purnomo Condro menjelaskan terung­kapnya industri rumahan tembakau Gorilla itu berawal dari penyelidikan atas kasus jual-beli tembakau Gorilla dan sabu di kawasan Tajur, Kota Bogor. Saat itu, Tim Satresnarkoba Polresta Bogor Kota melaku­kan penyelidikan setelah menangkap tersangka Rom­my Defani (22) di Jalan Raya Tajur atas kepemilikan sabu seberat 0,5 gram. Rommy lalu membawa Tim Satresnarkoba ke sebuah kon­trakan di Desa Ciawi, Keca­matan Ciawi, Kabupaten Bogor, dan mendapati Deni Ramadani dengan paket-paket tembakau. “Di situ diamankan barang bukti berupa tembakau Go­rilla sebanyak 77 paket, dengan total berat 3.225 gram,” kata Susatyo kepada Metropolitan, Kamis (29/4). Selanjutnya, tim Satresnar­koba Polresta Bogor Kota melakukan penggeledahan. Hasilnya, didapati alat pro­duksi pembuatan narkotika jenis tembakau sintetis, se­perti satu buah alat pres, tiga buah gelas ukur, satu buah alat pemanas, dua botol etha­nol, dua botol glycero, dan dua bungkus kertas besar serta sebelas bungkus nar­kotika jenis tembakau sinte­tis yang sudah jadi dan siap edar. “Dari pengakuan Rommy Defani, ia hanya merupakan seorang kurir dan peracik dari tembakau Gorilla. Se­dangkan otak dari penjualan tembakau Gorilla yang dipa­sarkan melalui Instagram dengan nama akun GGOL­DENSTUF adalah kakak kandungnya bernama Rama Syaelendra,” beber Susatyo. Pada konferensi pers yang digelar di Pasar Sukasari, Ke­camatan Bogor Timur, ketiga tersangka dihadirkan di hada­pan publik. Bahkan, Rama menjelaskan bagaimana caranya meracik tembakau Gorilla di kontra­kannya. Awalnya, Rama membeli tembakau biasa seharga Rp17 ribu per 25 gram. Setelahnya, ia mencampur berbagai bahan kimia di sebuah gelas ukur dan dipanaskan agar tercam­pur. Bahan kimia itulah yang kemudian disemprot ke tem­bakau untuk menciptakan efek mabuk ketika diisap. Barang haram tersebut dia­kuinya dijual seharga Rp500 ribu per 15 gram. Dengan harga itu, keduanya cukup mendapat untung berlimpah. Untuk pemasarannya, tem­bakau Gorilla tersebut dijual dengan cara pre-order dan dibungkus kertas berwarna cokelat yang sudah dilabeli merk dagangannya. Di lokasi yang sama, Kasa­treskrim Polresta Bogor Kota Kompol Agus Susanto men­gungkapkan, kakak beradik itu belajar meracik tembakau Gorilla dari teman-teman di komunitasnya. Sedangkan untuk menda­patkan bahan kimia campu­ran untuk pembuatan tem­bakau Gorilla, didapat ter­sangka dengan cara mem­beli lewat situs online. “Jadi ini mereka autodidak, tidak ada takarannya, asal campur saja. Karena belajar dari komunitasnya, dan baru beraksi dua bulan belakangan,” jelas Agus. Ketiga tersangka itu pun dijerat Pasal 114 ayat (2) sub­sidier Pasal 112 ayat (2) Un­dang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narko­tika Jo Permenkes RI Nomor 04 Tahun 2021 tentang Peru­bahan Penggolongan Narko­tika. Ancamannya, hukuman penjara paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp1 miliar. (rex/dil/d/fin/run)

Tags

Terkini