berita-utama

Kisah Penggali Kubur yang Rela Lembur, Jam 2 Malam Masih Urus Jenazah Covid

Senin, 28 Juni 2021 | 10:30 WIB

Sore itu, Mahdi masih berada di tengah hamparan makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondokrajeg, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Ia masih menggali makam untuk yang keempatkalinya sejak pagi. KATANYA, sejak awal Juni ini, kedatangan jenazah pasien Covid-19 melonjak. Ia ber­sama penggali lainnya bahkan sempat memakamkan jenazah Covid-19 hingga pukul 02:00 WIB dini hari. Lonjakan kasus Covid-19 terjadi di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Bogor. Kasus kematian akibat Co­vid-19 juga ikut meningkat. Petugas makam di TPU Pon­dokrajeg mulai kewalahan memakamkan jenazah Co­vid-19. Mahdi adalah salah satu petugas pemakaman di TPU Pondokrajeg. Saat ditemui akhir pekan kemarin, ia ber­sama beberapa rekannya tengah menggali empat makam sekaligus. Makam tersebut disiapkan untuk mengantisi­pasi adanya jenazah Covid-19. “Yang satu mau dipakai sore ini juga. Tadi orang rumah sakit ngabarin ada satu jena­zah Covid-19 lagi yang mau diantar ke sini,” ujar Mahdi. Gema selawat sayup-sayup terdengar di tengah pemaka­man yang lokasinya cukup jauh dari perkampungan, menandakan waktu Magrib segera tiba. Di antara hening­nya petang, bunyi sirene me­mecah kebisuan. Sebelum mobil jenazah tiba di ujung pemakaman tempat Mahdi berkumpul, dan langs­ung memakai hazmat (baju pelindung). Sementara satu orang lainnya menggemblok alat penyemprot cairan disin­fektan di punggungnya. Sopir mobil jenazah pun turun dan bergerak ke belakang mobil. Ia mengenakan hazmat juga, bedanya berwarna hijau. Mahdi dan rekan-rekannya langsung menghampiri. Posisi diatur, peti mulai per­lahan dikeluarkan. Beberapa orang sibuk mengikat peti dan mengaitkannya ke dua batang bambu. Setelah beberapa saat, salah satu dari mereka mem­beri tanda. “Siap,” katanya terdengar dari kejauhan dan seketika peti keluar dari mo­bil jenazah dengan digotong. Ada delapan orang yang menggotong peti berisi jena­zah Covid-19 tersebut. Dua orang di bagian depan, di kanan dan kiri menggotong dengan tangan kosong. Se­mentara di bagian tengah ada empat orang yang menggotong menggunakan bambu. Dua sisanya di bagian belakang peti ikut menggotong dengan tangan kosong. Mereka kompak melafalkan kalimat ‘Laillahaillallah’ menuju makam ketika sore mulai berganti gelap. Kelu­arga jenazah hanya bisa me­lihat dari kejauhan dengan tangis yang tak terbendung. Cerita Pak Mahdi, memang pemakaman jenazah Covid-19 selalu sepi dari iring-iringan keluarga. Usai peti dimasukkan ke makam, para petugas tak langsung menguburkannya. Mereka menepi sesaat ke arah rekannya yang menggemblok alat penyemprot disinfektan. Masih lengkap menggunakan hazmat, semua bergantian disemprot sebelum kembali ke makam untuk menuntas­kan kerja mereka. Langkah-langkah tersebut sudah menjadi SOP yang ha­rus dijalani Mahdi dan teman-temannya. Setelah proses pemakaman selesai, mereka menjauh dari makam dan melepas APD yang dikenakan. APD sekali pakai itu langsung dibakar. Dengan segala risiko yang ada, Mahdi dan rekan-rekan­nya tetap menuntaskan ke­wajibannya. Menurutnya, jenazah yang dimakamkan itu menjadi yang keempat di hari yang sama. “Memang ada aturannya kalau jenazah Covid-19 ini, harus sesuai SOP. Pakai APD gini berjam-jam gerahnya bukan main. Tapi ya gimana lagi, kita juga nggak mau ter­tular. Makanya biar bagaima­napun, protokolnya harus dipakai. Capek pasti, tapi semoga ada keberkahan un­tuk kami,” ungkapnya. Menurutnya, sejak awal Juni ini, ada lonjakan jenazah Covid-19 yang dimakamkan di TPU Pondokrajeg. Jika bia­sanya dalam seminggu hanya ada tiga hingga enam jenazah, kini dalam sehari bisa sampai delapan jenazah. Bahkan, sehari sebelumnya, Mahdi dan rekan-rekannya mengu­burkan jenazah Covid-19 hingga pukul 02:00 WIB dini hari. “Dari awal bulan mulai ba­nyak, ada saja setiap harinya. Hari ini empat, kemarin del­apan, sampai jam dua malam. Bahaya juga kalau begini terus, bisa keteteran. Mudah-mu­dahan Covid segera selesai,” harap Mahdi. Tak hanya Mahdi. Nawawi (36), tukang gali kubur jena­zah Covid-19 di TPU Pondo­krajeg, juga berbagi kisahnya dengan Metropolitan. Hari itu, ia sudah bersiap mema­kamkan jenazah covid-19 yang datang. ”Tadi pagi sama siang ada dua. Ini yang ketiga. Dan ma­sih tetap stand by habis ini,” tuturnya sambil sibuk mengenakan APD. Sambil menunggu ambulans datang, Nawawi yang sudah mengenakan APD menunggu di warung kecil tempat biasa ia istirahat. Ia bercerita suka duka selama jadi tukang gali kubur. ”Suka-duka jadi tukang gali kubur Covid gini mah paling kalau hujan saja. Hujan kehujanan, panas kepanasan. Itu sudah risiko lah. Jenazah Covid-kan nggak boleh dit­unda, harus segera dimakam­kan,” ungkap Nawawi. ”Bahkan kalau urgen (daru­rat, red), malam-malam kalau ada yang harus dimakamkan, ya mau tidak mau, lembur. Pernah waktu itu jam satu malam dapat kabar ada jena­zah Covid. Karena memang tanggung, kita baru selesai jam 12-an (malam, red). Ya sudah terusin saja sampai pagi,” la­njutnya sambil menatap ke arah barisan makam di depan­nya. (fin/cr1/feb/run)

Tags

Terkini