“Mana kadesnya? Keluar, woy!” pekik salah seorang warga di depan kantor Desa Bojongkoneng, Sabtu (2/10) siang. Rusdi Anwar, Kepala Desa (Kades) Bojongkoneng, itu dicari puluhan orang yang mengatasnamakan warga Bojongkoneng. Sambil berteriak, massa merangsek ke kantor tempat Rusdi bertugas Buntut Sengketa Lahan di Bojongkoneng. SEJUMLAH warga yang ada di bangunan cat putih pun berhamburan. Tak terkecuali para kader posyandu yang kala itu sedang giat di kantor desa. ”Ibu-ibu posyandu ketakutan sampai pada teriak,” ujar anggota Linmas, Syharir, yang saat kejadian berada di ruang kantor Desa Bojongkoneng. Sementara itu, puluhan massa yang menggerebek kantor desa semakin brutal. Banyak yang ngamuk mencari kades hingga merusak fasilitas kantor. Serpihan kaca pun berserakan. Kantor pelayanan warga Desa Bojongkoneng itu habis dirusak dan diserang. Bukan cuma bagian depan kantor yang diamuk massa. Ruangan kades juga jadi sasaran amukan mereka. Meja kades sudah tidak karuan, ditambah potongan kaca yang berserakan di lokasi. Kades Bojongkoneng Rusdi Anwar membenarkan adanya perusakan kantor Desa Bojongkoneng. Ia mengaku segera melayangkan surat laporan kepada pihak kepolisian terkait perusakan tersebut. “Kaca depan pecah dan kursi pada acak-acakan. Ini jelas aksi perusakan kantor Desa Bojongkoneng sudah menginjak-injakan lambang negara. Dan segera saya buat laporan ke pihak kepolisian terkait masalah ini,” kata Rusdi Anwar. Namun, Rusdi mengaku akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak Pemerintah Kecamatan Babakanmadang sebelum membuat surat laporan kepada pihak kepolisian. “Masyarakat boleh menyampaikan pendapat tapi jangan sampai anarkis seperti ini dan melakukan perusakan kantor Desa Bojongkoneng. Ini sudah jelas menginjak-injakan lambang negara,” sesalnya. Camat Babakanmadang Cecep Imam Nagarasid menyesalkan tindakan anarkis yang dilakukan sejumlah warga itu. Ia mengatakan, warga boleh menyampaikan aspirasi namun tidak dengan merusak kantor Desa Bojongkoneng. “Sangat menyesali sekali. Boleh beraspirasi namun tidak boleh anarkis. Ini sudah masuk kategori perusakan. Dan kami akan serahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk penyelidikan lebih lanjut,” tegas Cecep, Sabtu (2/9). Sementara itu, kuasa hukum Rocky Gerung dan warga Bojongkoneng, Nafirdo Ricky, menjelaskan tindakan warga yang merusak kantor Desa Bojongkoneng bermula dari adanya upaya penggusuran yang dilakukan pihak Sentul City terhadap lahan warga. ”Kedatangan warga ke kantor desa itu adalah dipicu karena dari Jumat kemarin, dari pihak Sentul dan kemungkinan juga ada kades, melakukan pengukuran. Namun, sudah dicegat sama warga,” kata Nafirdo. ”Namun kemudian pada Sabtu sekitar jam 10–11-an itu, buldoser Sentul gerak lagi. Itu lahannya Pak Sudianto, namanya itu, diretakkan oleh pihak Sentul City bersama pasukannya itu. Kita nggak tahu pasukannya itu dari mana, cuma jumlahnya lebih banyak dari warga,” terangnya. Warga yang terdesak kemudian mendatangi kantor Desa Bojongkoneng untuk meminta bantuan. Namun, jelas Nafirdo, saat didatangi warga, pihak lurah justru melarikan diri sehingga menyulut emosi warga. ”Warga minta bantuan ke kelurahan, namun petugas kelurahan malah lurahnya kabur dari tempat. Itulah yang menyulut emosi dari warga, sehingga sempat terjadi kericuhan di Kelurahan Bojongkoneng. Karena lurahnya kabur nggak menghentikan beko-beko atau buldoser yang ada,” beber Nafirdo. Sementara itu, PT Sentul City Tbk angkat bicara terkait aksi perusakan kantor Desa Bojongkoneng, Kecamatan Babakanmadang, pada Sabtu (2/10) siang. Kondisi itu dipicu rencana penggusuran lahan di Kampung Gunungbatu. “Yang jelas kami prihatin dan menyesalkan peristiwa anarkis merusak fasilitas kantor Desa Bojongkoneng,” kata Head of Corporate Communcation PT Sentul City Tbk David Rizar Nugroho kepada wartawan, Minggu (3/10). Menurutnya, tindakan anarkis merusak kantor Desa Bojongkoneng itu tidak dibenarkan secara hukum. Karena itu, hal ini menjadi ranah aparat untuk melakukan penegakan. “Kegiatan penataan lahan di Kampung Gunungbatu Kidul, Desa Bojongkoneng, Kecamatan Babakanmadang, sudah melalui koordinasi dengan pengurus RT, RW, dan desa setempat, dan mendapat dukungan warga kampung sekitar,” jelasnya. Namun, David mengaku heran yang ngotot menolak justru warga kampung lain. Bahkan, pihak Sentul City belum sama sekali melakukan pengukuran tapal batas dalam penataan lahan. “Ada apa ini? Harus diusut tuntas. Jangan sampai menjadi banyak pertanyaan di luar,” tegasnya. Ia juga menegaskan PT Sentul City Tbk tidak membuldoser rumah warga asli Bojongkoneng. “Yang kami kejar adalah warga pendatang yang menguasai tanah garapan dari mafia tanah, dan mereka mendirikan bangunan liar di atas tanah kami,” pungkasnya. (rb/de/feb/run)