Kondisi ekonomi yang pas-pasan bukan halangan bagi seseorang untuk mencapai cita-cita menjadi dokter. Sepanjang punya kemauan dan kemampuan, impian bisa diraih. OKTARA Geovanny Saroza tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya saat pelantikan dokter muda di aula Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Rabu (26/1). Laki-laki 25 tahun itu akhirnya bisa mewujudkan mimpinya sejak kecil menjadi seorang dokter. Ibunya, Rini Kuswanti, pun terlihat begitu bangga ketika menyaksikan putra pertamanya itu disumpah bersama 12 dokter muda lainnya. ”Perjuangannya panjang sekali untuk jadi dokter. Hari ini (kemarin lusa, red) akhirnya berhasil diwujudkan,” katanya kepada Jawa Pos setelah pelantikan dokter muda. Oktara mengatakan, impiannya sejak kecil adalah menjadi dokter kandungan. Saat itu keinginannya sudah diutarakan kepada orang tuanya, Rini dan Eddy Saroza. Sang ibu pun berperan penting untuk mewujudkan mimpinya. “Saya dibantu ibu. Dari kecil, saya dididik untuk terus berprestasi agar mendapatkan beasiswa. Sebab, tidak mungkin tanpa beasiswa,” ungkapnya. Saat SD, SMP, dan SMA, nilai rapor Oktara cukup bagus. Anak pertama di antara lima bersaudara itu memiliki ketertarikan di bidang mata pelajaran (mapel) biologi. Bahkan, ia pernah ikut olimpiade sains nasional dan mendapatkan medali perunggu. “Sepertinya memang sudah jalan saya. Akhirnya saya benar-benar menekuni bidang itu,” katanya. Oktara mengaku tertarik menjadi dokter karena di daerahnya di Kalimantan belum banyak dokter. Khususnya di Bontang Utara. Bahkan, bisa dibilang daerah asalnya masih kekurangan dokter. Pada saat SMP dan SMA, Oktara mendapatkan beasiswa. Hingga akhirnya, perjuangan tersebut dilanjutkan pada saat penerimaan mahasiswa baru. Dia mendaftar jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) melalui bidikmisi. Pilihannya pun jatuh pada FK Unair. “Saya langsung lolos jalur bidikmisi SNMPTN,” ucapnya. Oktara mengatakan, seluruh kebutuhan biaya pendidikan selama belajar di FK Unair ditanggung negara. Namun, masih banyak kebutuhan lainnya yang harus dipenuhi untuk mendukung perkuliahan di FK Unair dan mendapatkan nilai bagus. Jadi, selama kuliah kedokteran, ia sering kali harus mencari tambahan uang. Mulai menjadi panitia berbagai acara hingga mengajar les untuk siswa SMA yang mau masuk perkuliahan. “Dari situlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya. Ya, sebagian orang awam pasti menganggap biaya masuk kedokteran sangat mahal. Melihat kondisi ekonomi yang pas-pasan tentu agak susah. Karena itu, orang tua terus mendukung dan berusaha agar Oktara mendapatkan beasiswa bidikmisi. “Saya sudah dididik seperti itu untuk mencari beasiswa. Di awal-awal kuliah, saya juga tinggal di asrama bersama mahasiswa Bontang. Itu sangat membantu, ditambah menjadi guru les,” ungkapnya. Sebagai anak pertama, Oktara akhirnya berhasil menjadi contoh yang baik bagi keempat adiknya. Meski kondisi ekonomi biasa saja, dengan giat berusaha dan mengambil kesempatan yang ada, semua mimpi bisa terwujud. “Semua orang bisa menjadi dokter. Tinggal melihat orang itu layak atau tidak. Kesempatan sudah banyak diberikan melalui beasiswa. Jangan jadikan alasan ekonomi untuk tidak belajar,” tegasnya. (jp/feb/run)