berita-utama

Cerita Sukses Bertanam dengan Metode Hidroponik, Rajin Awasi pH Air, Cukupi Nutrisi

Jumat, 4 Maret 2022 | 10:10 WIB

Budi daya tanaman dengan teknik hidroponik bukan hal baru. Namun, masih banyak warga yang tak paham akan metode ini. Model Han Chandra mencoba membumikan bertanam ala hidroponik melalui Kebun Kohan. MEMANG bisa hidup tanpa tanah? Tidak cepat busukkah karena terus diairi? Pertany­aan-pertanyaan itu masih sering muncul ketika men­dengar teknik budi daya ta­naman dengan hidroponik. Nope! Tanaman bahkan dik­laim lebih subur karena se­muanya terukur. “Tanaman itu kan intinya butuh makan. Bedanya, di hidroponik kebutuhan unsur hara yang biasa diperoleh dari tanah disediakan melalui air,” ujar pria yang akrab dis­apa Kohan itu saat ditemui di Kebun Kohan di Pengalengan, Jawa Barat, pada akhir Ja­nuari lalu. Dengan teknik hidroponik, kebutuhan unsur hara pada tanaman dipenuhi melalui pelarutan zat-zat tersebut di air. Misalnya saja, nutrisi makro nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang dibutu­hkan tanaman bisa dilarutkan dalam air yang digunakan. Tentu, diberikan sesuai taka­ran. Tertakar dan terkalkulasi itu memang jadi keuntungan dari metode hidroponik ter­sebut. Terlebih yang diterap­kan di dalam greenhouse seperti yang dilakukan Kohan. Beda dengan open field yang masih sangat bergantung dengan alam. Dianggap lebih berisiko karena alam sulit dikendalikan. Keuntungan lainnya, sayuran pun lebih segar dan bebas pestisida. “Tetap ada tantangannya, tapi lebih banyak bila bertanam konvensional, ya,” ungkapnya. Tantangan itu dimulai dari urusan air. Penggunaan air tak bisa asal. Bukan asal am­bil dari sumur, lalu dialirkan. Harus dipastikan pH airnya sesuai. Menurut dia, pH air yang paling pas untuk teknik hidroponik tersebut berada di kisaran 5,5–6,5. “Harus sedikit asam. Bila di luar batas pH tersebut, nutrisi tidak akan terserap sempurna. Yang ada, malah daun tanaman menguning,” paparnya. Masalah hama dan penyakit juga tak serta-merta hilang begitu saja. Serangan hama ulat hingga kutu daun kadang suka menghampiri. Terutama saat musim kemarau. Semen­tara itu, saat musim hujan, ganti penyakit busuk yang menghantui. Namun, lagi-lagi semua bisa lebih tertakar dan ter­kendali karena cara tanam dan tempat penanamannya benar-benar dijaga. Dengan demikian, tak perlu penggu­naan pestisida untuk melin­dunginya. Karena itu, tanaman hasil hidroponik diklaim lebih segar dan subur. “Paling kalau lagi musim hujan gini, agak sedikit lebih lambat aja pertumbuhannya. Jadi, masa panen juga lebih lama,” jelas pria kelahiran Bandung tersebut. Dengan sistem hidroponik itu, Kohan bisa panen setiap hari. Baik itu untuk jenis se­lada, sawi samhong, pakcoy, bayam, hingga kangkung. Seharinya setiap sayuran ter­sebut dapat dipanen sampai 100 pak dengan berat 250 gram per pak. Ia meyakini bahwa semua orang bisa bercocok tanam dengan metode hidroponik tersebut. Pasalnya, pria yang juga seorang penulis buku itu juga awalnya hanya iseng dengan bertanam hidroponik di jemuran salah satu teman­nya di Jakarta. Sampai kemudian, ia ber­niat membuka kebun di Pen­galengan, Jawa Barat. Bahkan, sejumlah petani sudah digan­deng olehnya. Baik dalam kerja sama cocok tanam mau­pun penjualan. Tujuannya hanya satu, lebih bisa meny­ejahterakan mereka. “Biar ada ilmunya, aku sem­pat belajar di IPB soal hidro­ponik ini. Lalu, belajar juga soal permakultur. Abis seko­lah, baru berani kerja sama dengan petani,” katanya. (jp/ feb/run)

Tags

Terkini