berita-utama

Pertahankan Resep Warisan, Rawon Nguling hanya Gunakan Keluak Lumajang, Pakai Resep Turun-temurun sejak 1942

Selasa, 5 April 2022 | 10:20 WIB

Warungnya berada di dekat Jembatan Nguling. Secara yuridis, lokasinya masuk wilayah Probolinggo. Namun, Nguling adalah bagian dari Pasuruan. Bertolak belakang dengan polemik letak geografisnya, penggemar kuliner satu suara soal Rawon Nguling: mantap! KELUAK atau kluwek alias kepayang adalah bumbu esensial untuk rawon. Be­gitupun di Rawon Nguling. Warung yang sebelum 1985 dikenal sebagai Depot Lumayan itu juga tidak mau semba­rangan memilih keluak. Mereka mendatangkan langs­ung keluak dari Lumajang. Sementara itu, bawang prei atau daun bawang yang beru­kuran besar (loncang) dipasok dari Tengger. “Itu resep turun-temurun sejak 1942,” kata Rofiq Ali Pribadi, generasi ketiga Rawon Nguling, saat disambangi Jawa Pos pada Desember lalu. Selain bumbu dan pelengkap masakan, perolehan bahan utama pun masih tetap se­suai pakem pendiri Rawon Nguling. “(Daging) sapinya juga diambil dari jagal. Tidak motong sendiri. Mbah dan orang tua pesannya begitu,” lanjut Rofiq. Rawon Nguling yang dipra­karsai Mbah Marni dan Mbah Karyorejo pada 1942 itu lantas dilanjutkan orang tua Rofiq. Yakni, Muhamamad Dahlan dan Siti Fatimah. Kini bersama empat saudaranya, Rofiq me­lanjutkan usaha keluarga ter­sebut. Pakemnya masih tetap sama dengan yang Mbah Marni dan Mbah Karyorejo gariskan 80 tahun lalu. Selain takaran dan ragam bumbu serta rempah yang tidak diubah, proses masaknya masih sama. Tahapan menu­mis bumbu serta meracik kuah rawon dilakukan terpi­sah. Demikian pula beberapa tahapan memasak yang lain. Khusus menumis bumbu, Rofiq tetap menggunakan tungku berbahan bakar kayu. Ketaatan Rofiq pada pakem itulah yang membuat rasa Rawon Nguling tetap seman­tap dulu. Maka, tidak heran jika kelezatannya terdengar sampai ibu kota. Artis, pejabat, sampai presiden pun pernah singgah di warung yang ber­sebelahan dengan kediaman Rofiq tersebut. Kedatangan Presiden Su­silo Bambang Yudhoyono (SBY) sekitar 16 tahun lalu adalah yang paling berkesan buat Rofiq. Bukan hanya da­pur dan alat masak yang harus steril, melainkan juga kamar tidur hingga kamar mandi. Seprai dan sarung bantal ha­rus diganti. Begitu pula gayung. Rofiq tidak akan pernah lupa tanggalnya. Pada 5 Januari 2006. Pagi itu telepon di meja kasir berdering. Dia sendiri yang mengangkatnya. Rupanya, te­lepon dari Biro Kesekretariatan Pemprov Jatim. Si penelepon memesan ruang VIP di Rawon Nguling untuk pukul 12:00 WIB hari itu juga. Karena biasa me­nerima tamu pejabat, Rofiq mengiyakan saja pesanan ter­sebut. Apalagi, para pejabat pemprov sering mampir untuk menikmati rawon di warungnya. Tidak lama kemudian, da­tanglah komandan kodim (dandim) setempat. Permin­taannya sama, memesan ru­ang VIP. Jamnya juga sama. Rofiq menolak permintaan sang Dandim. Sebab, Pemprov Jatim lebih dulu memesan. “Pokoknya harus kosong. Nanti biar saya yang ngomong,” kata Dandim tersebut seper­ti ditirukan Rofiq. Sebagai pengusaha kuliner yang memprioritaskan ke­puasan pelanggan, Rofiq sem­pat gugup. Kok ya bisa jad­walnya bentrok. Meskipun tidak tahu nantinya harus memberikan pada pemprov atau Dandim, Rofiq tetap mempersiapkan ruang VIP. Kabar bahwa yang akan singgah ke Rawon Nguling adalah Presiden SBY tersiar seiring aktivitas Rofiq mem­persiapkan ruang VIP. Konon, SBY hendak singgah untuk makan siang sebelum kun­jungan kerja ke Jember. Ada rasa bangga yang menjalari dada Rofiq. Didatangin pre­siden! Berita itu kian santer. Tim dokter istana menginspeksi dapur Rawon Nguling. Semua bahan makanan diperiksa. Kuah, daging sapi, tempe, hingga sambal dipastikan aman. Panci yang digunakan untuk mewadahi kuah di­ganti yang baru. Minyak goreng untuk menumis bumbu dan menggoreng tempe juga diganti yang baru. Semuanya harus steril. Area dalam warung disisir. Harus steril juga. Bahkan, rumah Rofiq di sebelah warung diste­rilkan. Kamar-kamar dikosong­kan. Pintu-pintu ditutup, tapi ada petugas yang berjaga di dalamnya. Intel dan Paspampres membuat pengamanan di se­kitar warung. Aktivitas itu jelas membuat masyarakat sekitar berdatangan. Mereka mema­dati Rawon Nguling. Ada yang datang dari Probolinggo dan Pasuruan. Mendekati jam makan siang, area sekitar warung dan ke­diaman Rofiq makin padat. Lantas, berembus kabar bahwa SBY batal singgah. Masyarakat yang sudah menunggu di lo­kasi pun kemudian membu­barkan diri. Mereka berangsur pulang. Termasuk Dandim dan bupati Probolinggo wak­tu itu. Rupanya, kabar itu sengaja diembuskan tim ke­presidenan untuk mengurai kepadatan. Tujuannya, rom­bongan SBY lebih leluasa mengakses Rawon Nguling. Benar saja. SBY tiba saat area sekitar warung dan kediaman Rofiq sudah lega. SBY singgah di Rawon Nguling selama se­kitar 30 menit. Bahkan, SBY sempat menggunakan toilet di rumah Rofiq. Sampai detik ini pun, Rofiq masih tidak bisa melupakan kesan yang SBY tinggalkan saat singgah ke warungnya itu. Memang, sebelumnya SBY juga pernah mampir ke Rawon Nguling. Tepatnya saat kam­panye capres. Yang dipesan juga sama. Yakni, rawon dengan nasi terpisah. Plus tambahan taoge pendek dan empal bacem. Namun, dikunjungi presiden tetaplah beda. Saat belum menjabat presiden dulu, SBY dan tim datang tanpa ada sterilisasi dan penjagaan ke­tat seperti pada 2006 itu. Selain SBY, Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga pernah singgah di Rawon Nguling. Sampai tiga kali malah. Setelah dilengserkan dari jabatannya, Gus Dur juga masih sempat datang ke warung. Namun, bukan rawon, Gus Dur memesan sup daging dan rem­peyek. Gus Dur, menurut Rofiq, tidak pernah makan di warung, tetapi di rumahnya yang ada di samping warung. Ajudan Gus Dur memesan menu yang disukai, lantas membawanya ke rumah Rofiq. Gus Dur ber­santap di rumah itu. Berbeda dengan SBY, Gus Dur biasanya mendadak jika pesan. Tiba-tiba saja Rofiq menerima telepon yang be­risi pemberitahuan bahwa Gus Dur akan singgah. Rofiq pun harus mempersiapkan tempat. Jusuf Kalla dan Sandiaga Uno juga pernah mencicipi kele­zatan Rawon Nguling. Bahkan, mereka sempat ikut salat di rumah Rofiq. Punya rumah yang bersebelahan dengan warung memang ada saja ’rezeki’-nya. Rawon Nguling memiliki cita rasa yang khas. Potongan dagingnya besar, tetapi lembut dan empuk. Kuah kaldunya gurih dan terasa kekayaan rempahnya. Tentu saja, rawon selalu paling maknyus jika disantap ketika masih hang­at. (jp/feb/run)

Tags

Terkini