Lebih parah lagi, tingginya porsi anggaran negara yang harus dialokasikan untuk membayar bunga utang menjadi beban tambahan.
Bank Dunia memperkirakan, sekitar 41 persen dari total penerimaan negara akan habis hanya untuk membayar bunga utang.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, karena secara langsung mengurangi ruang fiskal yang seharusnya bisa digunakan untuk belanja produktif seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur.
Dengan sebagian besar penerimaan negara tersedot untuk pembayaran bunga, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam membiayai program-program pembangunan jangka panjang.
Keterbatasan ruang fiskal ini berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi, memperburuk kesenjangan sosial, dan menghambat pencapaian target-target pembangunan berkelanjutan.
Baca Juga: MK Keluarkan Putusan Kritik Pemerintah dan Korporasi Nggak Bisa Dijerat UU ITE
Merespons kondisi ini, Bank Dunia memberikan peringatan tegas tentang pentingnya kehati-hatian dalam merancang kebijakan fiskal.
Pemerintah diminta untuk tidak terus menerus mengandalkan utang sebagai solusi jangka pendek.
Sebaliknya, perlu dilakukan upaya serius untuk memperkuat fundamental fiskal negara melalui reformasi struktural dan peningkatan efisiensi anggaran.
Baca Juga: MK Keluarkan Putusan Kritik Pemerintah dan Korporasi Nggak Bisa Dijerat UU ITE
Salah satu solusi yang disarankan adalah reformasi perpajakan secara menyeluruh dan agresif.
Menurut Bank Dunia, basis pendapatan negara perlu diperluas agar ketergantungan terhadap utang bisa ditekan.