SUKAJAYA - Penambangan emas ilegal secara liar di lokasi Blok Pilar, Blok Pasir Ipis dan Blok Cikaresek Gunung Gede yang masuk area kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Resort Gunung Talaga Jasinga, Kabupaten Bogor semakin mengancam ekosistem yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan Konservasi tersebut. Selain itu, penambangan secara masif menyebabkan habitat makhluk hidup dan hutan yang ada dikawasan di sekitar wilayah Blok Pilar Gunung Gede terganggu.
Kehadiran gurandil (sebutan bagi penambang liar, red) menjadi masalah besar bagi kerusakan alam. Ketidakpedulian mereka terhadap lingkungan dan keselamatan tak jarang membawa gurandil kepada kematian. Penambang liar bisa terkubur hidup-hidup bersama bahan tambang yang sedang dikeruknya. Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Pengelolaan TNGHS Wilayah 2 Bogor, Moch. Mulyono mengatakan, upaya penanganan aktivitas Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) sudah sering dilakukan, dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat sekitar.
Di lapangan tak semudah yang dibayangkan. Aktivitas tambang emas tanpa ijin itu kerap masih menjadi pekerjaan utama sebagian besar warga sekitar lokasi penambangan. ”Penanganan penambangan emas tanpa izin memerlukan komitmen dari semua pihak terkait, baik dari pemerintah daerah, kepolisian, TNI. Kalau kita sudah bersenergi bersama membuat kesepakatan pemberantasan penambangan emas liar hasilnya akan maksimal,” paparnya.
Selain itu Mulyono menambahkan, bahwa pihak Kami (TNGHS) telah berupaya untuk mengadakan kegiatan workshop penanganan PETI di wilayah kawasan TNGHS, dengan mengundang semua instansi terkait. Diantaranya Muspika dan kepala desa yang wilayah tersebut ada aktivitas kegiatan PETI, untuk memberikan pencerahan terkait kerusakan alam akibat kegiatan PETI terhadap lingkungan. ”Workshop yang diadakan Kantor Balai TNGHS dengan mengundang semua stakeholder, merupakan salah satu bentuk upaya terkait penanganan PETI yang ada di Bogor, Sukabumi, dan Lebak Banten,” pungkasnya. (kmg/b/suf)