CISARUA - Berdagang untuk sebagian masyarakat kecil di Puncak menjadi terasa sulit. Mereka biasanya modal nekat menggelar daganganny di tempat tidak semestinya, seperti trotoar jalan, kawasan lindung dan diatas parit. Berjualan seperti itu tidak dianjurkan Peraturan Daerah (Perda). Ujung-ujungnya, pembongkaran paksa kerap dilakukan aparat penegak perda. Persoalan tersebut memang klasik, sering terjadi dari tahun ke tahun. Namun yang lebih layak ditanyakan mengapa sampai sekarang belum tuntas juga. Apa yang menjadi penyebabnya? Banyaknya pengangguran atau memang masyarakat yang ngeyel. Upaya bongkar paksa yang dilakukan kepada sejumlah PKL Sodetan dipintu masuk Pasar Cisarua, sampai saat ini masih menyisakan persoalan yang belum selesai. Bagaimana tidak, 60 kepala keluarga (KK) terpaksa harus berhenti berdagang dan menjadi pegangguran. ”Kami jadi pengangguran, susah cari kerja. Bisanya cuma dagang, tapi tempat tidak punya. Mau beli kios tak punya uang. Sampai sekarang untuk mencukupi kebutuhan keluarga hanya mengharap bantuan dari kerabat dan sahabat,” ujar seorang pedagang yang kena gusur, Dadan. Kondisi serupa dialami Edi pasca pembongkaran lapaknya. ”Apa saja saya kerjakan yang penting halal. Inginnya sih ada solusi dari pemerintah agar kami bisa berjualan lagi. Mau beli kios di pasar, kami tidak punya modal,” tuturnya. Menjawab keinginan para pedagang tersebut, Kepala PD Pasar Tohaga Unit Cisarua Mira mengatakan, banyak lapak yang bisa dijadikan area berjualan dalam Pasar Cisarua. ”Kalau mau mereka bisa berjualan diarea belakang Pasar Cisarua,” pungkasnya.
(ash/b/suf/py)