KLAPANUNGGAL - Kasus pencurian Air Bawah Tanah (ABT) di Kampung Tegal, RT 24/07, Desa Kembangkuning, Kecamatan Klapanunggal, terus bergulir. Mulai dari kalangan pemuda hingga aktivis mengecam keras tindakan sang pengusaha yang tak memperhatikan dampak negatif dari pengambilan ABT tersebut.
Seorang Pengurus Karang Taruna (Katar) Kecamatan Klapanunggal Dede Mulyana menuturkan, keberadaan perusahaan air curah ini telah meresahkan warga meski letaknya di Desa Klapanunggal. Namun lantaran berdampingan, dampaknya sumur-sumur warga di desa sebelahnya menjadi kering.
Keringnya sumur warga, sambung Dede, karena pemilik usaha air curah ini mengambil air dari bawah tanah dengan enam titik lokasi. “Perusahaan itu punya enam titik sumur bor. Ini yang menyebabkan sumur-sumur warga sekitar kering,” katanya.
Meski begitu, belum ada tindak lanjut dari instansi pemerintah maupun aparat setempat. Namun, warga Kampung Tegal berharap air tanah di lingkungannya kembali mengalir. Mereka menduga krisis air tanah di lingkungannya disebabkan keberadaan perusahaan air curah tersebut.
Sekadar diketahui, perizinan yang harus ditempuh pengusaha air curah tersebut cukup banyak. Selain izin peruntukan lokasi bangunan, yang lebih inti adalah menempuh proses-proses izin lokasi titik bor air tanah dan rekomendasi teknis dari Dinas ESDM Provinsi atas kajian-kajiannya.
Konservasi Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah tertuang pada Permen ESDM No 02 Tahun 2017 tentang Cekungan Air Tanah di Indonesia. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan. Air Tanah meskipun merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, tetapi memerlukan waktu lama dalam pembentukannya. Yakni bisa mencapai puluhan bahkan ribuan tahun. Maka jika sumber daya alam tersebut mengalami kerusakan kualitas, kuantitas maupun kondisi lingkungannya akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, akan memerlukan waktu lama, biaya tinggi dan teknologi yang rumit dalam pemulihannya.
Untuk menjaga agar air tanah dapat dimanfaatkan optimal, baik untuk saat ini maupun yang akan datang, perlu adanya suatu peraturan dalam pengelolaan air tanah tersebut bagi pengguna maupun aparat/instansi pemerintah di pusat maupun di daerah (provinsi maupun kabupaten/kota).
(yok/run)