Bertahun-tahun menderita akibat luapan banjir, menyadarkan masyarakat bantaran sungai untuk berbenah. Sungai disadari sebagai sumber kehidupan yang harus dilestarikan agar tidak menjadi bencana yang memorak-porandakan kehidupan manusia. WARGA bantaran Sungai Cileungsi, terutama di Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi sudah akrab dengan bencana. Saat musim hujan rumah mereka rentan kebanjiran. Sementara saat musim kemarau, mereka harus hidup dibayangi aroma busuk limbah industri yang menguat dari sungai. Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi Cikeas (KP2C), Puarman, mengatakan, bencana yang rutin dialami masyarakat bantaran Sungai Cileungsi menumbuhkan kesadaran untuk saling mengingatkan. Di setiap musim hujan, warga saling mengingatkan untuk segera memindahkan barang dan melakukan evakuasi jika muka air di hulu Cileungsi tinggi. ”KP2C punya petugas dan CCTV (kamera pemantau) di hulu Cileungsi. Jadi, begitu ada kenaikan tinggi muka air di hulu sungai, masyarakat kami berikan informasi,” katanya. Menurutnya, peringatan itu diberikan kepada 10.400 anggota KP2C agar enam jam sebelum banjir tiba, masyarakat sudah mengambil keputusan untuk evakuasi dan memindahkan barang-barang jika terjadi banjir. Peringatan itu bermanfaat bagi warga karena sebagian besar warga bekerja jauh dari rumah, sehingga jika tidak diingatkan peralatan dalam rumah akan ikut terendam banjir. Selain memberikan peringatan dini banjir atau yang disebut dengan misi kebencanaan, tambah dia, ada juga misi pelestarian. Cara yang dilakukan KP2C untuk menjaga sungai tidak tercemar, yakni melaporkan kepada pemerintah daerah jika terjadi perubahan warna air di musim kemarau. ”CCTV yang kami miliki di musim kemarau kami manfaatkan untuk memantau warna air sungai. Kalau air sungai berubah, sudah ada indikasi awal ada pencemaran,” katanya. Hasil pemantauan dan pelaporan indikasi pencemaran Sungai Cileungsi mulai membuahkan hasil. Pada 20 September 2019, Ombudsman Jakarta Raya merilis laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) dalam percepatan penanganan pencemaran Sungai Cileungsi. Dari hasil inspeksi mendadak dan investigasi, Ombudsman Jakarta Raya menemukan kalau Sungai Cileungsi masih tercemar hingga Agustus 2019. Dalam data Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KHLK disebutkan, pencemaran Sungai Cileungsi diduga dilakukan 54 perusahaan. ”Sungai Cileungsi itu limbah yang paling dominan itu limbah industri. Pencemaran kedua dari limbah domestik, tetapi tidak terlalu signifikan,” kata Puarman. Ia menambahkan, persoalan di Cileungsi sudah mendapat perhatian dari pemerintah. Sebab, ada rencana membangun Bendungan Narogong di hulu Cileungsi dengan tujuan memenuhi defisit air minum antara Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. ”Tapi nanti air dari bendungan itu akan dialirkan pakai apa. Kalau melalui sungai, kuncinya sungai harus dibersihkan dulu,” pungkasnya. (kps/els/py)