METROPOLITAN - Pencemaran Sungai Cileungsi kembali terjadi di tahun ini. Namun, belum terlihat upaya penanganannya hingga menjadi sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Lembaga yang fokus pada persoalan lingkungan itu menilai bahwa penanganan sebelumnya ditangani Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) sangat luput dan dibiarkan begitu saja. Direktur Walhi Meiki W Paedong menilai seharusnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya lebih lagi dalam menelusuri pencemaran sungai tersebut. “Harus menetapkan kelas Sungai Cileungsi melalui kajian berdasarkan PP 82/2001,” katanya, kemarin. Menurutnya, hal itu harus dilakukan agar dapat menetapkan status pencemaran di satu di antara sungai besar di wilayah Pemprov Jabar. Ia memberikan contoh, pencemaran yang terjadi di mana diklasifikasikan dampak yang terjadi pencemaran berat atau sedang. “Jadi KLHK yang juga harus menetapkan juga mengkaji peristiwa ini,” jelasnya. Sebelumnya, Sungai Cileungsi kembali tercemar, airnya pun berwarna hitam pekat dan berbusa serta menimbulkan bau tak sedap. Bahkan aroma itu sampai ke permukiman warga Desa Bojongkulur, Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor. Komunitas Pencinta Sungai Cileungsi dan Cikeas, Puarman, mengungkapkan bahwa kondisi Sungai Cileungsi kembali tercemar pada 2019 silam. “Curug Parigi, Desa Ciangsana, hitam berbau dan berbuih. Lokasinya di seberang Bantar Gebang Bekasi,” katanya. Sementara itu, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, Anwar Anggana, mengaku Pemerintah Kota Bekasi dengan Pemerintah Kabupaten Bogor telah membahas secara bersama terkait pencemaran limbah yang terjadi di sungai tersebut. “Telah sepakat untuk membentuk tim sebagai tindak lanjut limbah yang mengalir sampai saat ini. Tim ini nantinya akan melakukan penyusuran dimulai dari Jembatan WIKA, Canadian di wilayah Kota Wisata, kemudian sekitaran SD Curug Parigi (Kota Bekasi, red),” pungkasnya. (bdn/els/run)