METROPOLITAN - Alih-alih untuk membayar seragam dan pembangunan musala, orang tua (ortu) siswa SMAN 1 Citeureup diminta bayaran hingga jutaan. Kalau tidak melunasi, siswa dilarang mengikuti ujian. Keluhan itu disampaikan salah satu ortu berinisial M. Saat anaknya masuk sekolah tahun lalu, ia dimintai uang sebesar Rp2,8 juta yang dialokasi kan untuk pembangunan jalan, musala sekolah, dan seragam siswa. ”Semua itu harus dibayar lunas dan dalam kuitansinya disebutkan sumbangan,” bebernya kepada wartawan, kemarin. Menurutnya, jika pembayaran tersebut sudah lunas, para wali murid akan mendapatkan kuitansi dan ditukar dengan kartu ujian. ”Saya sangat heran. Setahu saya, sekolah negeri itu sudah gratis, tidak ada pungutan apa pun. Ini pungutan dalihnya sumbangan,” kata M. Ortu lainnya berinisial Y juga mengaku saat daftar sekolah dimintai Rp3,4 juta untuk pembangunan dan seragam. ”Oke lah jika untuk seragam, karena kembali lagi kepada siswa. Cuma kalau untuk bangunan itu seperti janggal. Bukankah sekolah negeri itu biaya pembangunan gedungnya ditanggung pemerintah,” herannya. Mirisnya lagi, lanjut Y, ada anak sahabatnya yang berstatus yatim. Saat belum bisa melunasi pembayaran, anak yatim tersebut tidak bisa mengikuti ujian lantaran tak mendapatkan kartu ujian. ”Malah mendapatkan bentakan dari bagian Tata Usaha (TU). Bentakan itu yang membuat saya marah,” geramnya. Sementara itu, saat ditemui di sekolah, Humas SMAN 1 Citeureup Saeful menyangkal adanya keterangan perihal pungutan di sekolahnya. Ia mengaku tidak ada pungutan apa pun yang dibebankan kepada orang tua karena sekolah sudah dibiayai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). ”Sudah nggak, dari pas masuk provinsi,” kilahnya. Saeful mengatakan, dengan Permendikbud yang telah diturunkan saat 2019, pihak sekolah tidak pernah melakukan pungutan apa pun. ”Ya semenjak ada peraturan itu, SPP dan uang bangunan, kita tidak pernah meminta apa pun sejak 2018,” tutup Saiful. (yan/jis/c/els/run)