Selasa pagi beberapa waktu lalu di teras depan rumah Ketua RT 04 RW 02, Desa Putat Nutug, Kecamatan Ciseeng Sarbini, belasan ibu duduk meriung di lantai. Mereka duduk dengan takzim dan membaca lima ikrar.
Di antara ikrar mereka adalah “anggota majelis membantu anggota kelompok majelis apabila mereka dalam kesulitan, menggunakan pembiayaan dari Majelis Ikhtiar-Amartha untuk menambah pendapatan keluarga dan mendorong anak-anak supaya terus bersekolah”. Belasan ibu rumah tangga itu adalah anggota Majelis Palem. Ini bukan majelis pengajian, bukan pula kumpul-kumpul urusan politik.
Mereka adalah anggota Koperasi Amartha. Hari itu pertemuan mereka sangat ringkas dan cepat. Satu per satu mereka mengambil buku kecil berwarna biru yang diletakkan salah seorang anggota majelis. Ada dua jenis buku, yang pertama adalah buku setoran pinjaman nasabah dan buku kedua adalah buku tabungan istimewa, tabungan nasabah dengan jumlah minimal Rp5.000 setiap minggu. Begitu dilakukan pencatatan angsuran tabungan, pengecekan nama dan jumlah setoran pinjaman serta tabungan, pertemuan ditutup dengan doa. Selesai.
”Seharusnya pertemuan sekitar satu jam. Tapi ibu-ibu kan sibuk, ada yang memasak, mengurus orang tua dan anak, jadi pertemuan kami persingkat,” ujar petugas Amartha, Nilasari. Setelah berpamitan Nilasari bergegas menuju majelis berikutnya, Majelis Wijayakusuma yang berada tak jauh dari lokasi pertemuan Majelis Palem. Di sana sudah menunggu belasan anggota majelis yang rata-rata sudah berusia paruh baya.
Kali ini pertemuan sedikit lebih lama. Setelah semua anggota menyerahkan buku setoran dan membaca ikrar, seorang anggota majelis Elly Sukmawati (32), maju ke depan barisan. Ia meminta persetujuan majelis untuk pinjaman yang ia ajukan. Semua anggota serentak menjawab setuju setelah Elly menyampaikan alasan pengajuan pinjamannya.
Ibu tiga anak ini mengajukan pinjaman sebesar Rp2 juta. Rencananya, uang itu akan gunakan untuk membangun kamar. Selama ini, Elly bersama suami dan ketiga anaknya masih tinggal menumpang di rumah orang tuanya. Mereka mendapatkan jatah satu kamar dari dua kamar milik orang tuanya. Rumah seluas lapangan badminton itu ia sekat dengan lemari sebagai dinding pemisah di tengah ruangan. Elly bersama keluarganya menempati separuh rumah di bagian belakang yang merangkap sebagai tempat memasak, ruang tamu, tempat tidur dan ruang makan.
(dtc/sal/dit)