Benni mengungkapkan, selain faktor harga yang tinggi, seharusnya Pemkab Bogor juga menganalisa jarak antara terminal dengan jalur keluar masuk kendaraan serta pusat aktifitas publik di Pasar Parung. "Kalau pintu masuk di ATC Parung terlalu dekat dengan pasar. Jaraknya cuma sekitar 100 meter, sekarang saja di radius itu sudah sering jadi titik kemacetan," ungkapnya.
Selain itu, jarak lintasan jalur masuk yang terlalu dekat ke terminal, akan membuat antrian kendaraan panjang bahkan menimbulkan potensi macet total di jalur utama Jalan Raya Parung. "Di Parung ini ada 13 trayek angkutan dengan jumlah total armada yang beroperasi setiap harinya ribuan kendaraan. Seharusnya analisis dampak ini juga dipertimbangkan," jelasnya pria yang juga Ketua PAC Pemuda Pancasila ini.
Ia mengaku sudah sejak awal menyampaikan agar jalur lingkar keluar masuk terminal dibuat lebih jauh dari pusat aktivitas publik. "Ada di jalur irigasi yang sudah mati di Setu Lebakwangi. Itu kan tanah pemerintah. Artinya negoisasi lebih mudah dan murah, membuka peluang ekonomi baru bagi warga disepanjang jalur itu dan akan jauh dari dampak kemacetan.
Sementara terkait lambatnya pembebasan lahan jalur lingkar terminal Parung, Camat Parung Daswara Sulanjana dan Kepala Desa Parung Boy Nur Widia mengaku tidak terlalu terlibat dalam proses pembebasannya secara kontinyu. "Kami hanya mendampingi tim utama dari dinas dan P2T Kabupaten. Program Pemkab harus jalan, tapi soal progres dan kewenangan ada pada tim utama P2T serta dinas terkait." pungkasnya.
(khr/b/sal)