METROPOLITAN - Warga di dua desa menolak keras rencana pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) berbasis modern di lahan seluas 8,3 hektare milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, di Kecamatan Rumpin. Penolakan diungkapkan lewat baliho berukuran raksasa di lahan yang akan dijadikan TPST di perbatasan Desa Rumpin dan Desa Kampungsawah. Ketua RW 01, Kampung Rumpin Dalam, Madsuri, mengatakan bahwa adanya warga di dua desa secara jelas menolak rencana pembangunan TPST di lahan Pemkab Bogor. Sebab, lahan tersebut menjadi pemisah antara Desa Rumpin dengan Desa Kampungsawah. “Kita pasang baliho bersama warga di dua desa ini sebagai bentuk penolakan keras. Karena sangat berdampak bagi masyarakat jika TPST tersebut dibangun,” tegas Madsuri. Ia menuturkan, TPST itu justru akan berdampak yang paling banyak terhadap Kampung Rumpin Dalam. Saat kemarau, banyak warga yang membutuhkan air bersih. Karena saat kemarau Kali Cisadane jadi tumpuan bagi masyarakat. “Air akan menyerap dari TPST ke Kali Cisadane. Selain itu juga akan menyerap ke sumur-sumur warga. Jadi intinya kami menolak pembangunan TPST,” terang Madsuri. Madsuri menjelaskan warga di dua desa juga berharap pada dinas-dinas terkait jangan sampai terbangun TPST karena sangat berdampak. “Namun adanya TPST itu yang paling terdampak beberapa kampung, seperti Kampung Nyungcung, Kampung Gerendong, dan Kampung Rumpin Dalam yang paling terdampak,” ucap Madusuri. Kepala Desa Kampungsawah, Edi Riyadi, mengaku saat melakukan sosialisasi DLH soal TPST di Desa Kampungsawah, saat itu ia sendiri tidak menghadiri. Namun, soal rencana pembangunan TPST, ia kembalikan ke masyarakat. “Kalau masyarakat menolak, ya saya dukung. Memang kalau mau menerapkan pengolahan sampah modern, kenapa tidak di Galuga saja kalau mau berbasis modern,” ujar Ugan, sapaan akrabnya. Ugan mengaku dengan kehadiran TPST di wilayah Desa Kampungsawah, sangat berdampak. Selain bau yang tidak sedap, terdapat truk-truk pengangkut yang akan antre saat akan masuk area TPST. “Bayangkan, sampah yang akan datang dari lima kecamatan itu 200 ton per hari ke Desa Kampungsawah. Intinya saya akan tetap menolak bersama masyarakat,” kata Ugan. Sebelumnya, Kepala Desa Rumpin, Robi Setiawan, mengaku adanya TPST tersebut justru akan berdampak buruk terhadap pencemaran udara. Belum lagi soal bau yang menyengat. Terlebih letak lokasi tersebut berada di perbatasan Desa Rumpin dengan Desa Kampungsawah. ”Itu dampak terhadap lingkungan soal bau. Belum lagi serapan air dan polusi udara, namun yang terdampak itu satu RW di Desa Rumpin. Belum lagi warga sekitar yang masuk Desa Kampungsawah,” terang Robi. Robi mengaku jika pengelolaan baik dan baunya tidak meluas, tidak jadi masalah. Ketika memang meluas dampak tersebut, berarti ada beberapa faktor yang terganggu. Salah satunya penyakit-penyakit yang tidak diinginkan ke depannya. ”Namun serapan air dari pengelolaan sampah tersebut yang pasti akan mencemari pada sumur warga yang terdekat. Apalagi Kampung Gerendong di Desa Kampungsawah yang paling dekat. Intinya saya tidak setuju adanya TPST tersebut,” tegas Robi. (mul/c/els/run)