Film yang digarap bersama Persatuan Film Keliling Indonesia (PERFIKI) dan Yayasan Pusat Perfilman Usmar Ismail ini dikembangkan selama setahun.
Namun, kisah tentang anak-anak dari berbagai suku yang bersatu menyelamatkan bendera nasional dinilai warganet kurang inovatif.
Terutama jika dibandingkan dengan karya animasi lokal lain seperti Jumbo yang mendapat pujian dari segi visual dan narasi.
Perbandingan tersebut membuat Merah Putih: One For All berada dalam posisi sulit dan memperkuat kritik publik terhadap kualitas yang disajikan.