Hal ini turut memperkuat kritik bahwa film baru ini memiliki visual yang “tak bisa ditawar”, alias jauh dari standar yang diharapkan.
4. Kritik dari sutradara terkenal dan DPR RI
Sutradara Hanung Bramantyo mempertanyakan alasan film ini dapat slot tayang padahal ratusan judul film Indonesia masih antre untuk diputar di bioskop.
Di sisi lain, Komisi X DPR RI dan anggota DPR seperti Lalu Hadrian Irfani turut mencatat sejumlah kelemahan, terutama soal kualitas visual dan urgensi penayangannya.
5. Publik curiga proses terburu-buru
Baca Juga: HIMATIF dan HME JGU Sukses Gelar IT’S DAY 2025, Hadirkan 3 Tokoh Inspiratif Teknologi
Publik juga menyoroti kesan bahwa film ini diproduksi dengan waktu yang terlalu singkat, serta kurang transparansi mengenai latar belakang studio pembuatnya, Perfiki Kreasindo.
Namun, produser eksekutif membantah kabar tersebut dan menyatakan proyek ini telah digagas sejak tahun lalu.
6. Pemerintah tidak menyuntik dana langsung
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Irene Umar, menegaskan bahwa pemerintah tidak memberikan dana produksi maupun fasilitas promosi secara langsung kepada film ini.
Audiensi yang dilakukan hanya untuk memberikan masukan, bukan dukungan finansial.
7. Sinopsis singkat
Film ini bercerita tentang sekelompok anak dengan latar budaya Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa dalam Tim Merah Putih yang bertugas menjaga bendera pusaka jelang 17 Agustus.
Namun, bendera itu tiba-tiba hilang tiga hari sebelum upacara, dan mereka berpetualang melewati sungai, hutan, dan badai untuk menemukannya sambil meredam ego masing-masing.