Namun, menurut Atalarik, tanah tersebut sudah dibelinya secara resmi sejak tahun 2000 dan dokumen kepemilikannya telah terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Baca Juga: Apresiasi Nasabah Loyal, BRI Bagikan Hadiah BRImo FSTVL 2024 kepada Para Pemenang
Atalarik menjelaskan bahwa pembangunan pagar dimulai pada tahun 2003, dua tahun setelah seluruh dokumen kepemilikan selesai diproses.
Keyakinannya terhadap keabsahan dokumen tersebut membuatnya percaya bahwa hak atas tanah tidak bisa diganggu gugat.
Namun pada 2021, PN Cibinong memutuskan bahwa tanah tersebut adalah milik Dede Tasno, sebuah keputusan yang mengejutkan Atalarik.
Ia merasa bahwa bukti-bukti yang ia ajukan seolah tidak dianggap kuat dalam proses persidangan.
"Jadi yang merasa tertipu itu siapa? Ini sistem yang bikin saya dirugikan dan kalah banget," ujarnya dengan nada kecewa.
Baca Juga: Diskon Tambah Daya Listrik 50%! Promo Spesial dari PLN di Hari Kebangkitan Nasional
Eksekusi Tanpa Pemberitahuan
Proses eksekusi pembongkaran rumah pun dilanjutkan oleh pihak pengadilan.
Eko Suharjono, selaku Panitera PN Cibinong, menyatakan bahwa tindakan tersebut murni berdasarkan permintaan penggugat sesuai dengan putusan pengadilan nomor 162.
"Kami hanya menjalankan perkara dari putusan 162 antara Dede Tasno dan Atalarik," jelas Eko.
Meski begitu, Atalarik menyayangkan proses eksekusi yang menurutnya dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada dirinya. Ia merasa diperlakukan tidak manusiawi.
"Tidak ada pemberitaan ke saya. Dianggap kami ini binatang. Tidak ada surat untuk kami dan sekarang sudah dieksekusi," katanya.