Lama menghilang dari publik, rupanya mantan juru bicara Bupati Bogor David Rizar Nugroho sibuk menuntaskan studi doktornya di Institut Pertanian Bogor (IPB). Setelah dua tahun melakukan riset untuk menyusun disertasi, orang kepercayaan Rachmat Yasin (RY) di bidang hubungan media ini akhirnya meraih gelar Doktor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB.
Dosen tetap Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Pakuan ini berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Model Komunikasi Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan untuk Keberdayaan Masyarakat” di depan para penguji yang dipimpin Rektor IPB dan diwakili Dekan Fakultas Ekologi Manusia Arif Satria. David yang dibimbing Prof Dr Aida Vitayala S Hubeis dengan dua anggota komisi pembimbing Amiruddin Saleh, Wahyu Budi Priatna diuji Djuara P Lubis dan Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor Syarifah Sofiah. “Syukur Alhamdulillah, akhirnya selesai juga. Dulu waktu S2 beres lima tahun karena dua tahun saya tinggalin kampus sibuk kampanye pilkada. Sekarang S3 empat tahun setengah kelar,” katanya.
Pria yang sekarang menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FISIB Universitas Pakuan ini meneliti tentang program CSR dengan mengambil lokasi penelitian di PT Indocement Tunggal Prakarsa. Dari hasil riset yang dilakukan, Ketua Departemen Hubungan Media ASPIKOM Korwil Jabotabek ini menemukan adanya asimetri informasi antara masyarakat yang berdaya dengan masyarakat yang tidak berdaya. Masyarakat yang memiliki informasi cenderung lebih berdaya.
Hal ini membuat program CSR seperti community development yang bersifat partisipatif terkendala dominasi elite dalam penguasaan informasi yang tidak terdiseminasi ke penerima manfaat. Ditambah dengan rendahnya tingkat pendidikan penerima manfaat program CSR yang berdampak pada rendahnya kualitas program yang dihasilkan. Melalui pendekatan house model, David yang masih menjabat sebagai pemimpin redaksi Harian PAKAR, sebuah koran lokal di Bogor ini menawarkan empat rekomendasi yang menjadi implikasi manajerial. “Pertama, penguatan diseminasi informasi program CSR melalui media informasi kepada penerima manfaat,” terangnya.
Wakil Sekretaris DPW PPP Jawa Barat ini mengatakan, berdasarkan temuan penelitian, keterdedahan media masyarakat penerima manfaat tidak signifikan. Ini artinya penggunaan media informasi sebagai alat untuk mendiseminasikan informasi program CSR kepada penerima manfaat belum maksimal. Fakta yang didapat, sudah banyak yang dilakukan perusahaan dalam melaksanakan program CSR kepada penerima manfaat, namun lantaran minimnya diseminasi informasi, persepsi penerima manfaat relatif negatif. Terkait hal tersebut, maka diperlukan penguatan program diseminasi informasi melalui media informasi. “Media informasi yang digunakan haruslah disesuaikan dengan karakteristik peneriman manfaat agar luarannya adalah tingkat keterdedahan media penerima manfaat tinggi yang berkorelasi dengan persepsi positif penerima manfaat terhadap program CSR,” katanya.
Kedua, pria yang juga pengurus BPC Perhumas Bogor ini mengatakan, diperlukannya perluasan cakupan media forum untuk menghasilkan program CSR yang lebih berkualitas dan sesuai basic need penerima manfaat. Salah satu temuan penting penelitian ini, kata David adalah terjadi asimetri informasi antara masyarakat yang berdaya dengan tidak berdaya. Masyarakat yang memiliki informasi kecenderungannya lebih berdaya. Ditemukan fakta bahwa informasi hanya dikuasai level-level tertentu di masyarakat terutama tokoh masyarakat dan lingkaran terdekatnya. “Agar tidak terjadi dominasi informasi di kalangan elite atau tokoh masyarakat, maka diperlukan perluasan cakupan media forum,” paparnya.
Kata alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Denpasar ini, selama ini Bina Lingkungan Komunikasi (Bilikom) sebagai instrumen kebijakan korporasi dan media forum perusahaan dengan masyarakat dilaksanakan pada level desa. Perluasan media forum ini misalnya dilaksanakan pada level RT atau RW yang melibatkan penerima manfaat secara langsung atau kombinasi di antaranya ketika pada proses penyusunan program pada level RT atau RW dan pada bahasan evaluasi pada level desa. “Tujuan penguatan media forum ini adalah meminimalisasi bias elite dan menghasilkan program CSR yang lebih partisipatif sesuai kebutuhan penerima manfaat,” terangnya.
Selanjutnya yang ketiga, menurut dosen praktisi di Program Keahlian Komunikasi Diploma IPB ini adalah peningkatan kapasitas peran pendamping sebagai jembatan komunikasi antara perusahaan dengan penerima manfaat. Salah satu temuan penting dalam penelitian ini adalah signifikannya peran pendamping sebagai saluran komunikasi antara perusahaan dengan penerima manfaat. Fungsi peran pendamping yang dilakukan staf perusahaan adalah sebagai penampung pesan penerima manfaat untuk diteruskan kepada perusahaan. Mengingat pentingnya peran pendamping, maka diperlukan peningkatan kapasitas terutama kompetensi komunikasi kepada staf-staf perusahaan yang memerankan fungsi tersebut.
“Mereka adalah ujung tombak perusahaan yang bertindak sebagai wakil perusahaan yang berhubungan langsung dengan masyarakat akar rumput. Oleh karena itu, mereka yang memerankan fungsi ini idealnya adalah orang-orang pilihan yang memiliki keterampilan komunikasi yang baik dengan penerima manfaat,” jelas Dewan Penasehat GP Ansor Kota Bogor ini.
Yang terakhir adalah pengembangan program sustanaible development. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa program sustanaible development lebih memberdayakan ketimbang program community development. “Dapat dikatakan bahwa program-program community development berorientasi jangka pendek dan lebih ke pemenuhan penerimaan manfaat hari ini. Terkait hal tersebut maka program-program sustanaible development harus terus dikembangkan dari hilir sampai hulu untuk menciptakan kemandirian penerima manfaat,” ujarnya
(*/ els/dit)