Minggu, 21 Desember 2025

Uchok: Pemkab Anggap Apbd Harta Pribadi?

- Senin, 6 Februari 2017 | 09:28 WIB

Kabupaten Bogor yang masuk dalam urutan kedua daerah memiliki dana mengendap di perbankan, mulai menuai kritikan dari berbagai unsur masyarakat. Fakta yang dirilis Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu) belum lama ini, menunjukan jika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor gagal dalam merumuskan program kerja secara riil atau to the point.

 Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, Kabupa­ten Bogor menjadi contoh nyata terkait permasalahan laten dalam hal penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di In­donesia. Ketidakseriusan dan lambannya kinerja, biasanya dapat dilihat dari seberapa banyak anggaran yang parkir di perbankan.

Padahal menurut Uchok pe­merintah daerah sudah jelas atas program prioritas yang harus dikerjakannya. Di anta­ranya seperti pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Kemungkinan, kata Uchok, Pemkab Bogor perlu diingatkan lagi dengan perka­taan Presiden Joko Widodo terkait money follow program atau anggaran digunakan un­tuk program prioritas. “Jelas-jelas pemerintah daerah be­kerja memprioritaskan infra­struktur dan pelayanan publik. Seharusnya tinggal direalisasi­kan. Tapi kenapa bisa seperti ini. Sepertinya Pemkab perlu diingatkan lagi dengan perka­taan jokowi,” tegas Uchok.

Eks pentolan LSM Forum In­donesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) ini menyindir jika pola pikir Pemkab Bogor tentang ekplorasi anggaran perlu diluruskan kembali. Ka­rena, jangan-jangan Pemkab Bogor menganggap APBD sama halnya dengan harta atau uang pribadi. “Perlu diluruskan lagi paradigmanya (pola pikir). Khawatir mereka punya pe­mikiran lebih baik menyimpan di bank agar dapat bunga di­banding dibelanjakan untuk kepentingan masyarakat,” ujar­nya.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bogor Yuyud Wahyudin menekankan, Pemkab Bogor dapat memini­malisasi dan mengoreksi sisa lebih perhitungan anggaran (silpa). Sebab, dana mengendap itu merupakan implikasi dari silpa APBD Kabupaten Bogor. “Yang jadi masalah kan sebe­tulnya karena nilainya yang besar. Makanya harus dimini­malisasi, terutama silpa yang negatif,” singkatnya.

Sebelumnya diberitakan, DJPK Kemenkeu mencatat, per akhir Desember 2016, dana pemerin­tah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan mencapai Rp83,85 triliun. Khu­sus untuk pemerintah kabupa­ten, ada lima kabupaten dengan saldo simpanan terbesar di perbankan berdasarkan lokasi bank. Yakni Kabupaten Bandung Rp1,12 triliun, Kabupaten Bogor Rp833,2 miliar, Kabupaten Tangerang Rp825,4 miliar, Ka­bupaten Bekasi Rp764,7 miliar dan Kabupaten Tanahlaut Rp695,2 miliar.

Menanggapi hal itu, Sekre­taris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor Adang Suptandar menga­ku bahwa endapan itu memang sulit dihindari karena memang sudah ada di kas daerah. Apa­lagi uang itu merupakan cash budget daerah yang telah di­program dan bisa dicairkan sesuai jadwalnya. Semisal, setiap tahun cash budget keluar pada triwulan I, II dan III. “Sudah terprogram seperti itu, saya juga mau tahu nih kemenkeu itu lihatnya dari mana. Tetapi yang jelas, banyak komponen dalam uang itu. Tak semata uang yang idle (diam, red),” kata Adang, belum lama ini. (rez/b/ram/dit)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X