METROPOLITAN - Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bogor tampaknya tak sepaham dengan rencana pembangunan flyover di Simpang Gadog yang diinginkan warga Puncak. Kepala Dishub Kabupaten Bogor Eddy Wardani lebih memilih melakukan rekayasa lalu lintas (lalin) lantaran dirasa lebih cocok untuk mengurai kemacetan di jalur wisata Puncak, Kabupaten Bogor.
Lelaki yang akrab disapa Edwar mengatakan, sebenarnya mengatasi kemacetan di Puncak harus dilakukan dengan cara cepat. Dengan dasar itu, daripada melakukan pem bangunan flyover, lebih baik melakukan rekayasa lalin di bawahnya. “Kalau menurut kami, lebih baik rekayasa lalin. Misalkan ada alternatif atau kita buatkan agak lebar jalan keluarnya,” kata Edward.
Menurut dia, seperti di kawasan Ciawi dan Megamendung yang merupakan daerah macet karena jalan masuknya yang sempit itu, sudah perlu dilebarkan. Karena itu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor wajib melebarkan jalan-jalan strategis yang ada di kawasan Puncak.
“Kawasan Puncak macet itu karena jalurnya sempit. Makanya nanti jalan-jalan yang strategis agar dibuka Bina Marga untuk dilebarkan,” ucapnya.
Ia juga mengatakan, pembangunan flyover ini baru sebatas wacana untuk menanggulangi kemacetan di arah Puncak. Sebab, Feasibility Study (FS) atau kajian pengurai kemacetan di kawasan tersebut baru dibuat pada APBD Perubahan 2017 Kabupaten Bogor. “Kita lihat saja nanti bagaimana. Soalnya itu baru wacana ya dan baru mau dibuat FS-nya,” tuturnya.
Sedangkan untuk kelanjutan pembangunan Jalur Puncak II, tambahnya, tahun ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat tengah membahasnya. Kemungkinan Detail Engineering Design (DED) akan dibuat pada tahun ini. “Kemungkinan tahun depan bisa dibangun,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Bappeda dan Litbang Kabupaten Bogor Syarifah Sofiah. Menurut Syarifah, untuk menangani kemacetan Puncak itu kajiannya harus dilakukan dari berbagai aspek. “Itu juga tergantung flyover disetujui atau tidak oleh pusat. Yang jelas untuk pembangunan konstruksi dan pembuatan DED, kita tidak akan mungkin mampu membiayainya,” kata Syarifah.
(rez/b/els/run)