Nasib Endang Irawan (45) sedikit berubah. Sejak bergabung dengan ojek online, cobaan yang dahulu dirasakan tak lagi terjadi. Malahan dari pekerjaannya itu, Endang mampu mengembangkan pondok pesantrennya, Nurul Iman, di kawasan Gunungputri, Kabupaten Bogor.
IA mengaku dulu hidupnya penuh cobaan. Dua tahun silam, keluarganya hanya memiliki uang Rp800 ribu. Uang itu pun kemudian ia belikan beras untuk makan anak asuhnya. Sisa uang itu pun kemudian ia daftarkan untuk bergabung dengan GoJek dan diterima. Sebagai driver GoJek, sejumlah orang ia temui.
Perlahan dan pasti berkah datang sendiri bagi pesantren. Saat mendapat order-an dan mengantar, Endang kerap menceritakan soal pesantrennya. Hal itu bukan untuk meminta sumbangan, melainkan hanya sekadar bercerita sambil mengisi waktu di perjalanan.
Namun tak disangka, hal itulah yang membawa rezeki bagi Pondok Pesantren Nurul Iman tersebut. Tak sedikit pelanggan yang kerap memberikan uang lebih dengan tujuan didonasikan kepada pondok pesantren. ”Meskipun tidak semua memberi sumbangan, tetapi banyak yang ikut mendoakan. Saya yakin kekuatan dengan doa itu,” ujar laki-laki yang akrab dipanggil Soplo itu.
Salah satu hal yang paling berkesan adalah ketika dia tanpa sadar menerima order dari seorang anggota kepolisian. Hingga kini, anggota polisi yang tak mau disebut identitasnya itu aktif memberi donasi sebesar Rp350 ribu setiap bulannya selama satu tahun terakhir. ”Namanya pun tidak tahu, cuma tahu dia anggota di Polda Metro Jaya,” kata Endang.
Begitupun saat perayaan Idul Adha 1437 H yang jatuh pada September 2016 lalu, dia menerima sumbangan empat ekor kambing untuk pesantrennya dari pelanggan yang pernah dia antar.
Karena itu, dia mengaku keputusannya menjadi driver ojek online merupakan berkah untuknya maupun pondok pesantren yang dia bina.
Beberapa waktu lalu, Endang masih bekerja sebagai teknisi di bidang kelistrikan selain menerima order pelanggan GoJek. Namun, kini dia memutuskan fokus di GoJek karena lebih fleksibel dalam hal jam kerja. Kondisi itu dianggap sebagai keuntungan karena ia bisa lebih leluasa mengurus pondok pesantren yang didirikannya.
Saat ini, pondok pesantren itu sudah memiliki 120 santri dengan usia antara sembilan hingga 20 tahun. Bahkan, ada beberapa santri yang berasal dari Surabaya, Sumatera dan Kalimantan berkat informasi dari mulut ke mulut. Pesantren itu pun sudah mampu melahirkan sepuluh penghafal Alquran. ”Enam orang masih ada di pesantren, sebab aturannya mereka harus membantu santri lain selama tiga bulan, baru bisa dapat ijazah,” kata Endang.
(kps/els/run)