METROPOLITAN – Satuan Pengawas Internal (SPI) Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Kota Bogor tak percaya bahwa perusahaan yang mengelola bus TransPakuan ini bisa mendapat investor. Sebab bukan hanya persoalan anggaran saja, perusahaan pelat merah ini kini tengah menghadapi konflik internal yang hingga kini belum terselesaikan.
Kepala Bagian SPI Tri Handoyo mengatakan, ada silang pendapat di PDJT sehingga ada sebagian yang tetap beroperasi. Menurut dia, konflik internal membuat para pegawai PDJT tidak satu suara. Namun, dirinya enggan memaparkan lebih jauh pihak mana saja yang berbeda pendapat hasil rapat yang sempat dilaksanakan internal PDJT. “Sebenarnya masih ada silang pendapat. Jadi yang mau jalan ya jalan, yang nggak ya nggak,” ujarnya kepada Metropolitan.
Ia mengaku pesimis akan ada investor di bidang transportasi yang akan berinvestasi di PDJT meski statusnya berubah menjadi Perseroan Daerah (Perseroda) itu. Sebab, investor di bidang transportasi tak akan minat menanamkan modalnya jika tak ada dana subsidi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. “Kalau investor di bidang transportasi tanpa ada kejelasan subsidi dari pemkot, pasti tidak mau,” terangnya.
Tri juga mengatakan, jasa transportasi massal seperti bus TransPakuan sudah pasti merugi. Hal itu merupakan penyebab sulitnya mendapatkan investor bidang transportasi. Namun, ia mengatakan, tidak menutup kemungkinan investasi tersebut datangnya dari investor bidang lain. “Tetapi kalau investor di bidang lain tidak menutup kemungkinan. Sekarang transportasi massal yang seperti ini su dah pasti rugi. Siapa sih yang mau rugi tanpa disubsidi?” paparnya.
Terpisah, Ketua Komisi B DPRD Kota Bogor Jenal Mutaqin menjelaskan, dirinya sepakat jika PDJT dibubarkan. Pembubaran tersebut bisa menjadi solusi dari kerugian yang terus dialami PDJT. “Pembubaran tersebut diartikannya sebagai regenerasi, yaitu membuat manajemen baru dan membuat badan hukum baru jika memang statusnya diubah menjadi Perseroda,” katanya.
Politisi Gerindra ini menilai ada banyak faktor yang membuat kondisi sebuah perusahaan menjadi tak sehat. Mulai dari faktor internal hingga bisnis plan yang tak matang. Namun sejak 2007, kondisi PDJT sudah sakit. Padahal setidaknya Pemkot Bogor telah menggelontorkan dana sekitar Rp10 miliar kepada perusahaan tersebut. “Karena kemarin sempat mengadu bahwa mereka belum dapat gaji selama tiga bulan,” jelasnya.
Jenal menilai minimnya evaluasi badan pengawas PDJT juga menjadi salah satu poin permasalahan. Sebab, menurutnya, ada salah satu koridor yang setiap hari penumpangnya terbilang sepi. Padahal, perusahaan harus tetap mengeluarkan dana untuk membeli bensin dan menggaji pegawai. “Koridor Ciawi itu setiap hari tidak ada penumpangnya tapi tidak pernah dievaluasi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, harus ada juga sistem yang mengecek sinkronisasi antara biaya operasional dengan pendapatan. Sebab, pendapatan PDJT selama ini hanya dari hasil penjualan tiket. Jika tidak diawasi maka akan rentan terjadi penyelewengan.
(mam/c/els/run)