Berbagai cara dilakukan bos Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) untuk mempertahankan perusahaan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor itu. Di tengah upaya Walikota Bogor Bima Arya mencari investor, diam-diam perusahaan yang mengurusi bus TransPakuan itu sudah mengajukan dana pinjaman ke PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sebesar Rp7 miliar. Pinjaman itu diperuntukkan membayar gaji 146 pegawai yang tertunda selama dua bulan.
Anggota Komisi B DPRD Kota Bogor Abuzar mengatakan, beberapa hari lalu pihaknya telah audiensi dengan PDJT. Dari audiensi tersebut, PDJT sedang mencari dana talangan untuk menutupi kebutuhannya selama ini. “Awalnya PDJT ini akan meminjam kepada bank swasta dan meminta dana subsidi atau BTT, namun tidak dimungkinkan. Ada salah satu opsinya selain menggaet investor PDJT juga akan meminjam uang kepada PDAM yang keuangannya sangat baik,” ujarnya kepada Metropolitan.
Tetapi usulan politisi PKS ini belum sepenuhnya disetujui DPRD. Sebab, harus mencari dasar hukum atas peminjaman kepada BUMD tersebut. Selain itu, pihaknya juga akan konsultasi kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengenai sistem yang diajukan PDJT tersebut. “Apakah masing-masing dua BUMD punya hak untuk saling meminjamkan. Kami harus melihat apakah ada metode peminjaman seperti itu. Sebenarnya kalau di perda disebutkan PDJT bisa melakukan peminjaman dengan persetujuan walikota dan DPRD,” terangnya.
PDJT yang saat ini dalam keadaan krisis keuangan karena pengelolaan yang buruk, memang harus mendapat respons cepat dari walikota Bogor. Sehingga, perusahaan yang bergerak d ibidang transportasi ini dapat terselamatkan. “Seperti mengubahnya menjadi Perseroan Terbatas Daerah (Perseroda) merupakan langkah yang baik. Karena jika semakin dibiarkan maka perusahaan ini akan semakin kacau,” paparnya.
Terpisah, Direktur Utama PDAM Tirta Pakuan Deni Surya Senjaya mengaku siap membantu PDJT yang saat ini dilanda krisis keuangan. Namun, PDAM sendiri akan memberi bantuan dengan satu syarat yaitu dasar hukum yang jelas dan kuat dalam peminjaman uang tersebut. “Pengajuan dana sekitar Rp6-7 miliar. Namun, sesuatunya harus berdasarkan landasan hukum yang kuat, sehingga harus dikaji terlebih dahulu. Jangan sampai nanti kita memberikan batuan tapi malah melanggar hukum,” katanya.
Meski PDAM Tirta Pakuan memang bukan merupakan lembaga finansial, tetapi dengan kondisi keuangan PDAM yang hingga kini terbilang baik, maka pihaknya siap membantu sesama PDJT yang nyaris bangkrut akibat krisis keuangan. “Kami lembaga pelayanan publik di bidang air bersih. Dengan kuangan PDAM yang sampai saat ini masih bagus, sehingga siap membantu,” jelasnya.
Sebelumnya, Satuan Pengawas Internal (SPI) PDJT Kota Bogor tak percaya bahwa perusahaan yang mengelola bus TransPakuan ini bisa mendapat investor. Sebab bukan hanya persoalan anggaran saja, perusahaan pelat merah ini kini tengah menghadapi konflik internal yang hingga kini belum terselesaikan.
Kepala Bagian SPI Tri Handoyo mengatakan, ada silang pendapat di PDJT sehingga ada sebagian yang tetap beroperasi. Menurut dia, konflik internal membuat para pegawai PDJT tidak satu suara. Namun, dirinya enggan memaparkan lebih jauh pihak mana saja yang berbeda pendapat hasil dari rapat yang sempat dilaksanakan internal PDJT. “Sebenarnya masih ada silang pendapat. Jadi yang mau jalan ya jalan, yang nggak ya nggak,” ujarnya kepada Metropolitan.
Ia mengaku pesimis akan ada investor di bidang transportasi yang akan berinvestasi di PDJT meski statusnya berubah menjadi Perseroda itu. Sebab, investor di bidang transportasi tidak akan minat menanamkan modalnya jika tidak ada dana subsidi dari Pemkot Bogor. “Kalau investor di bidang transportasi tanpa ada kejelasan subsidi dari pemkot, pasti tidak mau,” terangnya.
Tri juga mengatakan, jasa transportasi massal seperti bus TrasnPakuan sudah pasti merugi. Hal itu merupakan penyebab sulitnya mendapatkan investor bidang transportasi. Namun, ia mengatakan tidak menutup kemungkinan jika investasi tersebut datangnya dari investor bidang lain. “Tapi kalau investor di bidang lain tidak menutup kemungkinan. Sekarang transportasi massal yang seperti ini sudah pasti rugi. Siapa sih yang mau rugi tanpa disubsidi?” paparnya.
Terpisah, Ketua Komisi B DPRD Kota Bogor Jenal Mutaqin mengaku sepakat jika PDJT dibubarkan. Pembubaran tersebut juga bisa menjadi solusi dari kerugian yang terus dialami PDJT. “Pembubaran tersebut diartikannya sebagai regenerasi, yaitu membuat manajeman baru dan membuat badan hukum baru jika memang statusnya diubah menjadi Perseroda,” katanya.
Politisi Gerindra ini menilai ada banyak faktor yang membuat kondisi sebuah perusahaan menjadi tidak sehat, mulai dari faktor internal hingga bisnis plan yang tidak matang. Namun sejak 2007 kondisi PDJT sudah dalam keadaan sakit. Padahal setidaknya Pemkot Bogor telah menggelontorkan dana sekitar Rp10 miliar kepada perusahaan tersebut. “Karena kemarin sempat mengadu mereka belum dapat gaji selama tiga bulan,” jelasnya.
Jenal menilai minimnya evaluasi badan pengawas PDJT juga menjadi salah satu poin permasalahan. Sebab, menurutnya, ada salah satu koridor yang setiap hari penumpangnya terbilang sepi. Padahal, perusahaan harus tetap mengeluarkan dana untuk membeli bensin dan menggaji pegawai. “Koridor Ciawi itu setiap hari tidak ada penumpangnya tapi tidak pernah dievaluasi,” ungkapnya.
(mam/c/els/run)