Jumlah penumpang Terminal Baranangsiang dari tahun ke tahun ternyata menyusut. Ada sekitar dua juta orang yang sudah enggan naik angkutan massal dari terminal. Selain kondisi terminal yang buruk, adanya angkutan berbasis online dituding sebagai penyebabnya.
DARI data yang dimiliki Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor, setidaknya penurunan penumpang di Terminal Baranangsiang mencapai dua juta orang dari 2012 sampai 2016. Dampak tersebut membuat sejumlah pengusaha bus di Terminal Baranangsiang banyak yang gulung tikar.
Kepala Terminal Baranangsiang Kota Bogor Iwan Kurniawan mengatakan, memang dari tahun ke tahun jumlah penumpang di terminal terus berkurang. Hal itu seiring penataan Kereta Rel Listrik (KRL) di sejumlah daerah. Sehingga, banyak penumpang saat ini beralih ke KRL. “Kebanyakan mereka se karang beralih ke KRL. Karena tidak dipungkiri dengan menggunakan KRL, mereka bisa lebih cepat sampai tujuan dengan ongkos murah dibanding menggunakan bus,” ujarnya kepada Metropolitan.
Faktor lainnya, menurut Iwan, menyusutnya penumpang ini karena kehadiran angkutan online di sejumlah daerah. Dengan harga murah dan kenyamanan yang lebih, penumpang kini lebih memilih angkutan yang akhir-akhir ini sedang booming. Walaupun memang masih ada yang setia menggunakan bus untuk bepergian ke luar kota, jumlahnya tak besar dari beberapa tahun lalu. “Dengan menggunakan angkutan online, mereka bisa mendapat kenyamanan lebih yang tidak bisa didapatkan seperti mereka menggunakan bus. Selain itu, waktu menggunakan angkutan online pun bisa lebih cepat dibanding bus,” terangnya.
Dari data yang dimilikinya, Iwan menerangkan, jumlah penumpang Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP) pada 2014 jumlahnya mencapai 1.928.226 penumpang. Sedangkan untuk Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) 907.132 penumpang. Untuk 2015, penumpang AKAP mecapai 2.116.377 dan AKDP 770.847 penumang. Pada 2016, AKAP 1.747.882 penumpang dan AKDP mencapai 620.650. “Memang ada sejumlah faktor yang menyebabkan penyusutan penumpang ini. Kami pun terus melakukan evaluasi,” paparnya.
Karena tidak mampu berkompetisi, menurut Iwan, dalam beberapa tahun terakhir setidaknya ada lima perusahaan bus yang mempunyai cabang di Terminal Baranangsiang gulung tikar. Mulai dari AKAP hingga AKDP. “Beberapa tahun terakhir ini sedikitnya lima PO bus yang sudah gulung tikar. Mungkin salah satu penyebabnya kompetisi yang sangat ketat,” imbuhnya.
Sementara itu, Pengamat Transportasi Yayat Supriatna menjelaskan, untuk saat ini memang masyarakat lebih condong menggunakan KRL sebagai moda transportasinya. Sebab, pemerintah pusat sudah membenahai sarana di setiap stasiun sehingga pengguna KRL pun menjadi lebih nyaman. “Kalau dulu peminat kereta ini sangat sedikit karena fasilitasnya sangat buruk. Tetapi sekarang hampir semua masyarakat menggunakan KRL,” katanya.
Buruknya penataan fasilitas di beberapa terminal menjadi salah satu penyebab turunnya pengguna bus tersebut. Sehingga, wajar saja jika masyarakat lebih memilih stasiun sebagai sarana pemberangkatan dibanding terminal. “Kita lihat sekarang di terminal, pedagang dan penumpang semuanya menyatu dan beberapa fasilitas umumnya sangat buruk. Ini menjadi salah satu penyebab menyusutnya penumpang,” jelasnya.
Jika pemerintah ingin mengembalikan terminal menjadi sarana pemberangkatan, menurutnya, harus ada pembenahan menyeluruh mulai dari fasilitas umum, sistem pemberangkatan, bus-bus yang bagus dan rapi yang bisa menjamin keselamatan penumpang dan beberpa yang lainnya. “Dari survei yang saya lakukan, penumpang di Terminal Baranangsiang pada 2012, penumpangnya mencapai empat juta. Tetapi beberapa tahun terakhir, menyusut hingga rata-ratanya per tahun hanya dua juta,” ungkapnya.
(mam/c/els/run)