Keberadaan kelab malam Lucky One yang semula bernama Club 31 di kawasan Bogor Nirwara Residence (BNR), Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, kembali jadi sorotan wakil rakyat. Bukan hanya meresahkan warga, pengelola Lucky One juga ternyata belum mengurus perizinan sehingga bisa merugikan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bogor Oyok Sukardi mengatakan, permasalahan Club 31 atau yang saat ini berubah nama menjadi Lucky One seharusnya segera diselesaikan pihak pengelola, mulai dari proses perizinan hingga ketertibannya yang saat ini diduga mengganggu masyarakat yang tinggal di sekitar BNR. “Ini izinnya dari dulu belum selesai. Seharusnya pengusaha kelab tersebut mengurus izin dulu agar nanti bisnisnya tenang,” ujarnya kepada Metropolitan.
Keberadaan Lucky One yang tidak berizin ini, kata Oyok, merugikan Pemkot Bogor. Sebab dengan mereka tidak memiliki izin maka pemkot pun tak bisa memungut pajak dari Tempat Hiburan Malam (THM) tersebut. Sebab, memungut pajak dari setiap tempat usaha adalah izin. “Seharusnya pemkot bisa bertindak tegas kepada kelab tersebut. Sebab, mereka berbisnis di Kota Bogor tanpa memiliki izin dan membayar pajak. Ini harus segera ditertibkan,” terangnya.
Politisi Golkar ini menilai karena kelab tersebut tidak memiliki izin namun tetap beroperasi, maka akan menimbulkan sejumlah dampak, mulai dari dampak sosial hingga keuangan. Dampak sosial sendiri nantinya sejumlah pengusaha merasa cemburu dengan kelab yang tidak berizin namun tetap beroperasi. Sedangkan untuk dampak keuangannya ada kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor tersebut. “Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemkot Bogor harus segera bertindak tegas,” katanya.
Sebelumnya, Camat Bogor Selatan Sujatmiko Barlianto mengaku baru mengetahui kelab yang ditolak warga sekitar itu kembali buka dan berganti nama menjadi Lucky One. Ia akan mengecek ke lokasi tersebut, sebab sebelumnya kelab itu memang tak berizin lengkap dan tak ada persetujuan dari warga sehingga disegel Satpol PP. “Nanti kita akan cek dan menanyakan apakah kelab tersebut sudah memiliki izin atau belum,” jelasnya.
Pada kesepakatan antara masyarakat dan pengelola Club 31, kata Sujatmiko, memang warga sekitar menolaknya. Hal itu telah ditandatangani warga yang tinggal di kawasan BNR. “Beberapa waktu lalu memang warga sekitar menolak kehadiran kelab ini karena mengganggu kenyamanan warga sekitar. Kita sebagai aparatur wilayah juga memfasilitasi,” ungkapnya.
(mam/c/els/run)