Senin, 22 Desember 2025

Dana RTLH juga Diembat Oknum Kades

- Senin, 15 Mei 2017 | 09:09 WIB

Dugaan adanya tindak penyelewengan dana desa yang dilakukan 80 kepala desa (Kades) memunculkan fakta baru. Informasinya, dana Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) turut diselewengkan para pejabat aparatur wilayah.

Menurut Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bogor Hendrik Suherman, selama ini aduan yang masuk kebanyakan tentang alokasi dana RTLH yang diberikan kepada masyarakat tidak mampu sebesar Rp10 juta. Dalam pelaksanaannya, oknum kades tersebut tidak memberikan secara keseluruhan dana itu dan memilih disesuaikan dengan kebutuhan. "Tahun kemarin ada saja yang mengadukan namun untuk berapa jumlahnya saya kurang hapal. Paling banyak terkait RTLH,seperti warga masih kekurangan biaya untuk membangun rumah dari dana itu," kata Hendrik, kemarin. Meski begitu, pihaknya hanya sebatas klarifikasi saja terkait delik yang dilaporkan masyarakat. Sedangkan, untuk tindak lanjut biasanya dilakukan Inspektorat Kabupaten Bogor. "Biasanya setelah dapat aduan itu kita lapor ke Inspektorat, karena mereka memang lebih berwenang. Kami hanya sebatas koordinasi saja," ucapnya. Sementara itu, banyaknya kepala desa yang terindikasi melakukan penyelewengan anggaran desa, membuat Pemerintah Kabupaten Bogor memutar otak. Agar tidak berujung dengan hukum sebagaimana yang diusulkan KPK kepada Presiden Joko Widodo, kini daerah yang dikuasai Bupati Nurhayanti tersebut tengah merencanakan laporan pertanggungjawaban berbasis online atau elektronik. "Ini direncanakan karena seringkali ada keterlambatan dari desa dalam melaporkan penggunaan anggaran desa. Biasanya laporan terakhir disampaikan Bulan Februari, namun karena jarak tempuh yang terlalu jauh, ini menjadi dasar dimana pelaporan tersebut akan dialihkan ke elektronik," tutur Hendrik. Ia menambahkan, saat ini inspektorat tengah terjun ke lapangan dan melakukan evaluasi untuk memperbaiki kinerja para kades agar tidak terjadi keterlambatan pelaksanaan dan pencairan. "Kalau kita hanya monitoring saja, mengingat luas wilayah yang besar sehingga tak mungkin kita awasi secara keseluruhan. Akan tetapi kedepan untuk mengevaluasi kinerja desa, tupoksinya ada di camat mulai dari pembahasan RKPD, RKAPDES hingga pelaksanaan. Dan mungkin juga kedepan kita akan beralih penagihan itu dari camat ke DPKBD untuk mempercepat proses karena selama ini," terangnya. Selain itu, untuk mengantisipasi adanya pelanggaran yang ada, proses pembelanjaan kegiatan pembangunan desa pun diatura sesuai dengan Perbup Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang di Desa. "Jadi pelaksanaan kegiatan pekerjaan di desa harus dilakukan secara swakelola, kecuali pembelanjaan yang spesifik seperti aspal, hotmiks yang harus pabrikan sehingga ada counter ke kita,: katanya. Hendrik menuturkan, spesifikasi 0-50 penunjukan langsung dibeli langsung, 0 sampai 50 hingga 200 itu satu penyedia jasa sedangkan kalau di atas Rp2 juta harus ada dua penyedia jasa. Penunjukan langsung juga diperuntukan untuk putra daerah dan yang dikerjakan oleh warga sendiri. “Ada temuan seperti pekerjaan jalan di Cidokom yang ternyata dikerjakan oleh pemborong full dan itu tidak benar karena sebetulnya kita polanya masyarakat ikut serta," tutupnya.

(rez/c/els)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X