METROPOLITAN – Di momen Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bakal meluncurkan angkot antirokok. Demi mengampanyekan aksi bebas rokok, Wali Kota Bima Arya mengajak warga Bogor swafoto di angkot tersebut agar menjadi gerakan sosial. Selain itu, warga juga diminta memfoto
kedapatan merokok di dalam angkot, kemudian mengungsopir atau penumpang yang gahnya di media sosial. “Kita ambil momen di HTTS ini untuk tidak merokok di dalam angkot. Sejumlah angkot telah digambar. Semoga masyarakat pun jadi segan untuk merokok dalam angkot,” terangnya.
Bima juga mengatakan, Pemkot Bogor memang sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun di angkot sendiri masih banyak penumpang yang merokok sehingga merugikan penumpang lainnya. “Kita sudah mempunyai Perda KTR kalau mereka terjaring dan tertangkap tangan maka mereka akan akan dikenakan sanksi mulai dari denda Rp100 ribu hingga dipenjara selama tiga hari,” ujarnya kepada Metropolitan.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat pada Dinkes Kota Bogor Erna Nuraeba menjelaskan, upaya kampanye juga dilakukan pihaknya dengan memasang 16 stiker penolakan rokok di dalam angkot dengan hashtag (#) suara tanpa rokok. Menurutnya, untuk puncak acara HTTS akan dilaksankan pada Rabu (31/5) di Plaza Balai Kota. Ia akan melakukan konvoi bersama 16 angkot dari rute seputaran Sistem Satu Arah (SSA) yaitu 07, 08, 09, 12 dan lainnya. “Kita pilih angkot bebas rokok karena masih banyak sopir maupun masyarakat yang merokok di dalam angkot. Tingkat kepatuhan di dalam angkot terhadap Perda 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) masih rendah,” paparnya.
Dinkes sendiri, kata Erna, memang telah mematangkan program angkot bebas rokok. Masyarakat bisa mengadukan ataupun melaporkan ke Dinkes jika masih ditemui ada sopir maupun warga yang merokok di angkot. Di samping itu, Dinkes juga bersama para sopir angkot akan membuat komitmen dari sopir angkot dan membangkitkan keberanian masyarakat bahwa mereka memiliki hak untuk menegur. “Selama ini masih banyak yang pasrah terhadap para perokok padahal mereka terlindungi oleh Perda. Dengan komitmen ini, masyarakat juga bisa melaporkan jika masih ada yang merokok di angkot. Mereka tinggal mencatat nomor pelat, rute dan jamnya. Mereka akan dikenakan sanksi sesuai Perda KTR,” katanya.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai konsumsi rokok menjadi ancaman serius. Kini jumlah perokok di Indonesia menempati tingkat ketiga terbesar di dunia, setelah China dan India. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengungkapkan, jumlah perokok di Indonesia mencapai 35 persen dari total populasi atau sekitar 75 juta jiwa. Jumlah itu belum termasuk pertumbuhan prevalansi perokok anak-anak dan remaja yang tercepat di dunia sebesar 19,4 persen. Bahkan, menurut data Atlas Pengendalian Tembakau di ASEAN, sebanyak 30 persen anak-anak Indonesia yang berusia di bawah 10 tahun atau sekitar 20 juta anak-anak.
Melihat dari angka tersebut, Tulus melihat konsumsi rokok telah mengakibatkan dampak sosial ekonomi yang sangat signifikan dan masif. Contohnya, rokok menyebabkan kemiskinan akut di rumah tangga miskin. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan setiap tahunnya alokasi anggaran rumah tangga miskin nomor dua adalah untuk membeli rokok, yakni 12,4 persen. ”Artinya, uang dan pendapatan mereka dihabiskan untuk membeli rokok,” ujar Tulus.
Menurut Tulus, persentase tersebut masih jauh di atas alokasi untuk kebutuhan lauk-pauk dan pendidikan. Biaya konsumsi rokok sebesar 4,4 kali lipat dari biaya pendidikan dan 3,3 kali lipat dari biaya kesehatan. Tulus menambahkan, rokok juga memicu inflasi yang paling tinggi di ranah perkotaan dan pedesaan. Menurut data BPS, dampak inflasi konsumsi rokok di pedesaan dan perkotaan mencapai 10,7 persen per bulan. Dampak inflasi rokok juga dinilai memiskinkan masyarakat ketimbang pencabutan subsidi listrik untuk golongan 900 VA yang hanya 2,86 persen.
Selain itu, Tulus mengatakan, tingginya konsumsi rokok menjadi penyebab utama penyakit tidak menular yang berakibat pada fatalitas. Saat ini, dari sepuluh jenis penyakit utama yang menyebabkan kematian, delapan di antaranya adalah akibat penyakit tidak menular. Dan konsumsi rokok menjadi sebab utama dari delapan jenis penyakit itu.
(mam/b/tmp/els/dit)