Senin, 22 Desember 2025

Swafoto di Angkot Antirokok, Yuk!

- Rabu, 31 Mei 2017 | 08:31 WIB

METROPOLITAN – Di momen Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bakal meluncurkan angkot antirokok. Demi mengampany­ekan aksi bebas rokok, Wali Kota Bima Arya mengajak warga Bogor swafoto di angkot tersebut agar menjadi gerakan sosial. Selain itu, warga juga diminta memfoto

 kedapatan merokok di dalam angkot, kemudian mengungsopir atau penumpang yang gahnya di media sosial. “Kita ambil momen di HTTS ini un­tuk tidak merokok di dalam angkot. Sejumlah angkot telah digambar. Semoga masyarakat pun jadi segan untuk merokok dalam angkot,” terangnya. ­

Bima juga mengatakan, Pem­kot Bogor memang sudah me­miliki Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun di angkot sendiri masih banyak penumpang yang me­rokok sehingga merugikan pe­numpang lainnya. “Kita sudah mempunyai Perda KTR kalau mereka terjaring dan tertangkap tangan maka mereka akan akan dikenakan sanksi mulai dari denda Rp100 ribu hingga dip­enjara selama tiga hari,” ujarnya kepada Metropolitan.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat pada Dinkes Kota Bogor Erna Nura­eba menjelaskan, upaya kam­panye juga dilakukan pihaknya dengan memasang 16 stiker penolakan rokok di dalam ang­kot dengan hashtag (#) suara tanpa rokok. Menurutnya, un­tuk puncak acara HTTS akan dilaksankan pada Rabu (31/5) di Plaza Balai Kota. Ia akan melakukan konvoi bersama 16 angkot dari rute seputaran Sistem Satu Arah (SSA) yaitu 07, 08, 09, 12 dan lainnya. “Kita pilih angkot bebas rokok karena masih banyak sopir maupun masyarakat yang me­rokok di dalam angkot. Tingkat kepatuhan di dalam angkot terhadap Perda 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) masih rendah,” paparnya.

Dinkes sendiri, kata Erna, me­mang telah mematangkan program angkot bebas rokok. Masyarakat bisa mengadukan ataupun melaporkan ke Dinkes jika masih ditemui ada sopir maupun warga yang merokok di angkot. Di samping itu, Din­kes juga bersama para sopir angkot akan membuat komit­men dari sopir angkot dan membangkitkan keberanian masyarakat bahwa mereka memiliki hak untuk menegur. “Selama ini masih banyak yang pasrah terhadap para perokok padahal mereka terlindungi oleh Perda. Dengan komitmen ini, masyarakat juga bisa mel­aporkan jika masih ada yang merokok di angkot. Mereka tinggal mencatat nomor pelat, rute dan jamnya. Mereka akan dikenakan sanksi sesuai Perda KTR,” katanya.

Sementara itu, Yayasan Lem­baga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai konsumsi rokok menjadi ancaman serius. Kini jumlah perokok di Indonesia menempati tingkat ketiga ter­besar di dunia, setelah China dan India. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi men­gungkapkan, jumlah perokok di Indonesia mencapai 35 per­sen dari total populasi atau sekitar 75 juta jiwa. Jumlah itu belum termasuk pertumbuhan prevalansi perokok anak-anak dan remaja yang tercepat di dunia sebesar 19,4 persen. Ba­hkan, menurut data Atlas Pengendalian Tembakau di ASEAN, sebanyak 30 persen anak-anak Indonesia yang be­rusia di bawah 10 tahun atau sekitar 20 juta anak-anak.

Melihat dari angka tersebut, Tulus melihat konsumsi rokok telah mengakibatkan dampak sosial ekonomi yang sangat signifikan dan masif. Contohnya, rokok menyebabkan kemiskinan akut di rumah tangga miskin. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan setiap tahunnya alokasi anggaran rumah tang­ga miskin nomor dua adalah untuk membeli rokok, yakni 12,4 persen. ”Artinya, uang dan pendapatan mereka dihabiskan untuk membeli rokok,” ujar Tulus.

Menurut Tulus, persentase tersebut masih jauh di atas alokasi untuk kebutuhan lauk-pauk dan pendidikan. Biaya konsumsi rokok sebesar 4,4 kali lipat dari biaya pendidikan dan 3,3 kali lipat dari biaya kesehatan. Tulus menambah­kan, rokok juga memicu in­flasi yang paling tinggi di ranah perkotaan dan pedesaan. Men­urut data BPS, dampak inflasi konsumsi rokok di pedesaan dan perkotaan mencapai 10,7 persen per bulan. Dampak in­flasi rokok juga dinilai memisk­inkan masyarakat ketimbang pencabutan subsidi listrik un­tuk golongan 900 VA yang hanya 2,86 persen.

Selain itu, Tulus mengatakan, tingginya konsumsi rokok men­jadi penyebab utama penyakit tidak menular yang berakibat pada fatalitas. Saat ini, dari sepuluh jenis penyakit utama yang menyebabkan kematian, delapan di antaranya adalah akibat penyakit tidak menular. Dan konsumsi rokok menjadi sebab utama dari delapan jenis penyakit itu.

(mam/b/tmp/els/dit)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X