METROPOLITAN - Sesuai dengan ketentuan pasal 5 Undang- Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2014, MPR mempunyai tugas memasyarakatkan Pancasila. Hal itu juga yang dilakukan Anggota DPR/MPR dari Dapil V Jawa Barat Tb Soenmadjaja. Awal Juni ini, ia menggelar Sosialisasi 4 Pilar MPR, di Desa Bantarjaya, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor yang dihadiri tokoh pemuda, kaum ibu, para kepala desa se-Rancabungur, ketua MUI dan pengurus karang taruna. Soenmandjaja menjelaskan, perlu menyegarkan kembali pemahaman tentang Pancasila. Kang Sunman, begitu ia biasa disapa, juga mengatakan, Pancasila adalah sebagai alat pemersatu bangsa, ia adalah ideologi bangsa, dan sekaligus falsafah dasar dalam berbangsa dan bernegara.
Masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai agama, suku, dan golongan tentu sangat membutuhkan Pancasila sebagai pemersatu bangsa yang besar ini. Dengan Pancasila, kebebabasan beragama dijamin sepenuhnya. Agama adalah hak asasi, hak yang paling dasar bagi setiap orang. Pancasila memberikan ruang untuk kebebasan beragama tersebut. Tapi ingat, bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan. Bukan bangsa yang antituhan. Kebebasan tersebut dijamin Sila Pertama dari Pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa.
“Adalah kebebasan yang diberikan oleh negara kepada seluruh rakyatnya untuk meyakini dan menganut agama sesuai dengan kata hati mereka. Tidak boleh memaksakan agama kepada orang lain dan tidak boleh mengajak beragama kepada orang yang sudah memiliki keyakinan agama tertentu,” kata anggota badan kehormatan Dewan DPR-RI tersebut.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sambung Soenman, sama sekali tidak memberikan ruang bagi hidupnya paham antituhan. “Paham tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Sila Pertama dari Pancasila,” katanya.
Ia menambahkan, bangsa Indonesia harus beragama dan boleh memilih agama sesuai dengan keyakinan mereka. Negara menjamin keamanan dan melindungi seluruh rakyat Indonesia dalam menjalankan agama dan keyakinannya tersebut. Agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu, adalah agama yang secara sah diakui keberadaannya di Indonesia dan negara memberikan perlindungan bagi para penganutnya. “Negara, di samping berkewajiban menjaga kehormatan, harta dan nyawa warga negaranya, ia juga wajib memberikan perlindungan bagi kebebasan warganya untuk menjalankan aktivitas keagamaan dan beribadah menurut keyakinannya itu,” papar lelaki yang menempuh pendidikan hukumnya di Universitas Ibn Khaldun, Bogor tersebut.
Pancasila yang kita kenal sekarang bukanlah Pancasila versi Bung Karno atau Muhammad Yamin, atau bukan pula Pancasila seperti yang tercantum dalam Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Namun Pancasila yang ada kini adalah Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yakni Pancasila yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka oleh BPUPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Jika pada setiap 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila, mungkin itu karena, pada tanggal 1 Juni 1945 lah untuk yang pertama kali Bung Karno memperkenalkan istilah Pancasila tersebut di hadapan rapat besar Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). “Mungkin lebih tepat, kita katakan Bung Karnolah “penemu” atau penggali awal dari Pancasila. Pancasila merupakan sebuah hasil pemikiran dan perenungan yang sangat mendalam dari seorang yang sangat mencintai negerinya, seorang proklamator negeri ini, Bung Karno,” jelasnya.
Ia mengajak bangsa Indonesia bersyukur telah menerima warisan yang sangat berharga dari para pendiri negara ini, yakni Pancasila. Dengan hasil pemikiran dan perjuangan itu, saat ini bisa menikmati kehidupan berbangsa dan bernegara secara damai. Bangsa yang besar ini telah memiliki dasar yang kokoh, yakni Pancasila. Pancasila telah mempersatukan banyak suku dan bangsa di Indonesia ini, Ia kini telah mejelma menjadi menjadi ruh atau penyemangat baru bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bekerja dan berkarya.
“Sebagai ideologi yang lahir dari rahim Bumi Pertiwi, Pancasila tentunya mengerti akan karakter dasar bangsa Indoensia. Pancasila lahir dari pemikiran dan perenungan yang sangat panjang, bahkan dari perdebatan dan pro-kontra yang cukup sengit kala itu,” Jelas Soenman.
Terlepas dari polemik Pancasila itu lahir pada 1 Juni atau 18 Agustus, Soenmandjaja terus menyemangati para peserta terutama kaum muda untuk mengkaji dan mendalami Pancasila. “Di tangan kalianlah nasib Indonesia ke depan, Kalian lah yang kan menjadi pemimpin negeri ini di masa-masa yang akan datang, jagalah dan amalkanlah Pancasila sekemampuan kalian, NKRI dan Pancasila adalah harga mati, ” pungkasnya.
(adv/ald)