Senin, 22 Desember 2025

Soenmandjaja: Pancasila Tangkal Komunisme

- Kamis, 8 Juni 2017 | 07:44 WIB

METROPOLITAN - Sesuai dengan ketentuan pasal 5 Undang- Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2014, MPR mempunyai tugas memasyarakatkan Pan­casila. Hal itu juga yang dilaku­kan Anggota DPR/MPR dari Dapil V Jawa Barat Tb Soenma­djaja. Awal Juni ini, ia mengge­lar Sosialisasi 4 Pilar MPR, di Desa Bantarjaya, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor yang dihadiri tokoh pemuda, kaum ibu, para kepala desa se-Rancabungur, ketua MUI dan pengurus karang taruna. Soen­mandjaja menjelaskan, perlu menyegarkan kembali pema­haman tentang Pancasila. Kang Sunman, begitu ia biasa disapa, juga mengatakan, Pancasila adalah sebagai alat pemersatu bangsa, ia adalah ideologi bangsa, dan sekaligus falsafah dasar dalam berbangsa dan bernegara.

Masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai agama, suku, dan golongan tentu sang­at membutuhkan Pancasila sebagai pemersatu bangsa yang besar ini. Dengan Pancasila, kebebabasan beragama dijamin sepenuhnya. Agama adalah hak asasi, hak yang paling dasar bagi setiap orang. Pancasila memberikan ruang untuk ke­bebasan beragama tersebut. Tapi ingat, bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan. Bukan bangsa yang antituhan. Kebebasan tersebut dijamin Sila Pertama dari Pancasila, ya­kni Ketuhanan yang Maha Esa.

“Adalah kebebasan yang di­berikan oleh negara kepada seluruh rakyatnya untuk meya­kini dan menganut agama sesuai dengan kata hati me­reka. Tidak boleh memaksakan agama kepada orang lain dan tidak boleh mengajak bera­gama kepada orang yang sudah memiliki keyakinan agama tertentu,” kata anggota badan kehormatan Dewan DPR-RI tersebut.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sambung Soenman, sama se­kali tidak memberikan ruang bagi hidupnya paham antituhan. “Paham tersebut jelas-jelas ber­tentangan dengan Sila Pertama dari Pancasila,” katanya.

Ia menambahkan, bangsa In­donesia harus beragama dan boleh memilih agama sesuai dengan keyakinan mereka. Ne­gara menjamin keamanan dan melindungi seluruh rakyat In­donesia dalam menjalankan agama dan keyakinannya ter­sebut. Agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu, adalah agama yang secara sah diakui keberadaannya di Indonesia dan negara mem­berikan perlindungan bagi para penganutnya. “Negara, di samping berkewajiban menjaga kehormatan, harta dan nyawa warga negaranya, ia juga wajib memberikan perlindungan bagi kebebasan warganya untuk menjalankan aktivitas keaga­maan dan beribadah menurut keyakinannya itu,” papar lelaki yang menempuh pendidikan hukumnya di Universitas Ibn Khaldun, Bogor tersebut.

Pancasila yang kita kenal se­karang bukanlah Pancasila versi Bung Karno atau Muham­mad Yamin, atau bukan pula Pancasila seperti yang tercantum dalam Piagam Jakarta atau Ja­karta Charter. Namun Pancasila yang ada kini adalah Pancasila yang tercantum dalam Pembu­kaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yakni Pancasila yang disa­hkan dan dinyatakan sah seba­gai dasar negara Indonesia merdeka oleh BPUPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Jika pada setiap 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila, mungkin itu karena, pada tang­gal 1 Juni 1945 lah untuk yang pertama kali Bung Karno mem­perkenalkan istilah Pancasila tersebut di hadapan rapat besar Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indo­nesia (BPUPKI). “Mungkin lebih tepat, kita katakan Bung Karno­lah “penemu” atau penggali awal dari Pancasila. Pancasila meru­pakan sebuah hasil pemikiran dan perenungan yang sangat mendalam dari seorang yang sangat mencintai negerinya, seorang proklamator negeri ini, Bung Karno,” jelasnya.

Ia mengajak bangsa Indonesia bersyukur telah menerima wa­risan yang sangat berharga dari para pendiri negara ini, yakni Pancasila. Dengan hasil pemikiran dan perjuangan itu, saat ini bisa menikmati kehidu­pan berbangsa dan bernegara secara damai. Bangsa yang be­sar ini telah memiliki dasar yang kokoh, yakni Pancasila. Panca­sila telah mempersatukan ba­nyak suku dan bangsa di Indo­nesia ini, Ia kini telah mejelma menjadi menjadi ruh atau penyemangat baru bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bekerja dan berkarya.

“Sebagai ideologi yang lahir dari rahim Bumi Pertiwi, Panca­sila tentunya mengerti akan karakter dasar bangsa Indoensia. Pancasila lahir dari pemikiran dan perenungan yang sangat panjang, bahkan dari perdeba­tan dan pro-kontra yang cukup sengit kala itu,” Jelas Soenman.

Terlepas dari polemik Pancasila itu lahir pada 1 Juni atau 18 Agus­tus, Soenmandjaja terus meny­emangati para peserta terutama kaum muda untuk mengkaji dan mendalami Pancasila. “Di tangan kalianlah nasib Indonesia ke depan, Kalian lah yang kan menjadi pe­mimpin negeri ini di masa-masa yang akan datang, jagalah dan amalkanlah Pancasila sekemam­puan kalian, NKRI dan Pancasila adalah harga mati, ” pungkasnya.

(adv/ald)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X