Senin, 22 Desember 2025

Ingatkan Warga Cigombong Pancasila itu Pemersatu Bangsa

- Kamis, 23 November 2017 | 09:11 WIB

-

METROPOLITAN –  Anggota DPR/MPR dari Dapil Jawa Barat V Tb Soenmadjaja kembali melakukan tugas sosialisasi 4 Pilar MPR di Kecamatan Cigombong. Acara yang dihadiri 150 peserta tersebut digelar di Aula Masjid Al-Azhim Desa Cigombong Kecamatan Cigom­bong, Kabupaten Bogor.

Pada kesempatan ini Soen­mandjaja kembali membe­rikan pencerahan untuk para peserta yang berasal dari beberapa desa di Keca­matan Cigombong dan seki­tarnya. Dia memberikan pencerahan yang luar biasa terkait Pancasila dan sejarah­nya. Pancasila dan segenap pernak-pernik yang melatar­belakangi kelahirannya. Pan­casila yang “sakti.” Dan Pan­casila yang mempersatukan berbagai keberagaman di Indonesia. “Dulu keberadaan Pancasila pernah mendapat­kan berbagai ancaman, ter­tutama dari mereka-mereka yang tidak senang dan anti terhadap Pancasila, mereka yang antituhan, mereka yang antiagama, terutama kaum Komunis dengan PKI nya, yang mencoba memberontak kembali pada 1965, setelah gagal pada 1948 di Madiun,” jelas Soenman dengan penuh semangat.

Pancasila, menurut Soenman harus menjadi falsafah bang­sa Indonesia, menjadi pan­dangan hidup dan asas dalam berbangsa dan bernegara. Siapa yang menolak Panca­sila berarti ia menolak tinggal di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa perlu menyegarkan kembali pemahaman tentang Pancasila. Pria yang akrab disapa Kang Sunman ini pun menjelaskan bahwa Panca­sila adalah sebagai alat pe­mersatu bangsa, ia adalah ideologi bangsa, dan sekaligus falsafah dasar dalam ber­bangsa dan bernegara. Ma­syarakat Indonesia yang ter­diri atas berbagai agama, suku, dan golongan tentu sangat membutuhkan Pan­casila sebagai pemersatu bangsa yang besar ini.

Dengan Pancasila, kebeba­basan beragama dijamin se­penuhnya. Agama adalah hak asasi, hak yang paling dasar bagi setiap orang. Pancasila memberikan ruang untuk kebebasan beragama tersebut. Tapi ingat, bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan. Bukan bangsa yang antituhan. Kebebasan tersebut dijaminin oleh Sila Pertama dari Panca­sila: Ketuhanan yang Maha Esa. “Makna sila Ketuhanan yang Maha Esa Adalah kebe­basan yang diberikan oleh negara kepada seluruh raky­atnya untuk meyakini dan menganut agama sesuai dengan kata hati mereka. Ti­dak boleh memaksakan aga­ma kepada orang lain, dan tidak boleh mengajak bera­gama kepada orang yang su­dah memiliki keyakinan agama tertentu,” kata ang­gota Badan Kehormatan De­wan DPR-RI tersebut.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sambung Soenman, sama sekali tidak memberikan ruang bagi hidupnya faham antitu­han. Karena faham tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Sila Pertama dari Pancasila. Bangsa Indonesia harus bera­gama, mereka boleh memilih agama sesuai dengan keya­kinan mereka. Negara men­jamin keamanan dan melin­dungi seluruh rakyat Indone­sia dalam menjalankan agama dan keyakinannya tersebut. Agama Islam, Katolik, Protes­tan, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu adalah agama yang secara sah diakui keberadaan­nya di Indonesia dan negara memberikan perlindungan bagi para penganutnya. “Ne­gara, di samping berkewajiban menjaga kehormatan, harta dan nyawa warga negaranya, ia juga wajib memberikan perlindungan bagi kebebasan warganya untuk menjalankan aktivitas keagamaan dan be­ribadah menurut keyakinan­nya itu,” kata lelaki yang ting­gal di Kampung Salabenda Desa Parakanjaya, Kecamatan Kemang tersebut.

Ia juga mengingatkan bang­sa Indonesia untuk selalu bersyukur telah menerima warisan yang sangat berhar­ga dari para pendiri negara ini, yakni Pancasila. Dengan hasil pemikiran dan perju­angan mereka bisa menik­mati kehidupan berbangsa dan bernegara secara damai. Bangsa yang besar ini telah memiliki dasar yang kokoh, yakni Pancasila. Pancasila telah mempersatukan ba­nyak suku dan bangsa di In­donesia ini, Ia kini telah me­jelma menjadi ruh atau penyemangat baru bagi seluruh rakyat Indonesia da­lam bekerja dan berkarya.

Meski demikian, Pancasila pernah mendapatkan bebe­rapa kali ancaman dari pihak-pijak yang ingin merongrong kebiwaan Pancasila dan meng­ganggu stabilitas nasional. PKI, dengan paham komu­nismenya pernah beberapa kali melakukan kedeta ter­hadap negara dan ingin meng­ganti Pancasila sebagai dasar negara. Komunisme, dengan ajaran antituhannya men­coba untuk menerapkan ideologinyadi Indonesia kala itu, walau berhasil dit­umpas. Karena salah satu ajaran Komunisme itu adalah ajaran antiagama, antituhan.

Sesungguhnya, paham anti­tuhan atau komunisme tidak akan pernah bisa tumbuh di negeri Indonesia ini. Karena ia adalah faham yang menen­tang agama. Berarti ia menen­tang Pancasila. Sebagai tam­bahan, lanjut Soenman, ajaran Komunisme dan Leninisme jelas-jelas merupakan ajaran yang dinyatakan terlarang di negeri ini. “Ia adalah ajaran yang terlarang di Bumi Indo­nesia. Hal tersebut dengan sangat jelas termaktub dalam TAP MPRS No. XXV/MPRS tahun 1966,” urai Soenman.

Peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965, papar Soenman, meru­pakan bukti nyata tentang pengkhianatan PKI terhadap negara, pengkhianatan ter­hadap Pancasila. Selain itu, lanjut Soenman, ada peratu­ran yang dijadikan sebagai dasar untuk menindak pelaku penyebar ajaran Komunisme dan Lenininsme, yakni Undang-Undang Nomor 27 tahun 1996 tentang perubahan pasal 107 KUHP. Dalam Undang-undang tersebut, ada penambahan pada pasal 107 huruf a, b, dan c KUHP yakni pemerintah melarang kegiatan penyeba­ran atau pengembangan faham Komunisme, Leninisme dan Marxisme, dalam berbagai bentuk.

(ADV)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X