Senin, 22 Desember 2025

Kang Sunman Rinci Butirbutir Pancasila di Caringin

- Jumat, 24 November 2017 | 11:25 WIB

-

METROPOLITAN - Ang­gota Komisi III DPR RI yang juga Pimpinan Badan Peng­kajian MPR RI Tb Soenmand­jaja kembali menggelar acara Sosialisasi 4 Pilar MPR. Bekerja sama dengan Pe­merintahan Kecamatan Ca­ringin, Kabupaten Bogor, pria yang akrab dipanggil Kang Sunman ini menggelar aca­ra tersebut di Desa Caringin, Kecamatan Caringin bebe­rapa waktu yang lalu. Hadir dalam kesempatan tersebut Kepada Desa, ibu-ibu maje­lis taklim, para ustadz, para tokoh pemuda, pelajar, dan beberapa tokoh masyarakat sekitarnya.

Menurut dia, pemahaman yang benar tentang Pancasila harus senantiasa diberikan ke­pada masyarakat agar nilai-nilai Pancasila tersebut bukan cuma sekadar menjadi peng­etahuan, tapi harus juga terin­ternalisasi dan teraplikasi dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Demikian Soen­mandjaja mengawali penjela­sannya. Bahkan, saat ini masy­arakat, jangankan menginter­nalisasi Pancasila dalam kehidu­pan sehari-hari, urutan Panca­sila pun mungkin masih ba­nyak masyarakat yang sudah lupa atau bahkan tidak tahu sama sekali.

Masyarakat, lanjut Sunman, bukan hanya sekadar faham dan mengerti tentang Pancasila, te­tapi lebih jauh lagi seharusnya masyarakat bahkan bisa menge­tahui sejarah lahirnya Pancasila, dari tanggal 1 Juni 1945 sampai dengan 18 Agustus 1945. Masa-masa tersebut kata Soenman, merupakan masa-masa pergo­lakan pemikiran dan perjuangan kemerdekaan yang sangat kru­sial dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

“Kita tentu tidak usah mem­persoalkan kapan lahirnya Pancasila tersebut, toh Keppres tentang itu pun kini sudah di­terbitkan presiden, yang me­nyatakan bahwa Pancasila lahir pada 1 Juni 1945. Kita sebagai warga negara tentunya taat dan patuh pada peraturan perun­dang-undangan yang berlaku di Indonesia ini,” papar pria yang juga seorang narasumber di Lemhanas ini.

Lebih jauh, anggota Panja KUHP di Komisi III DPR itu, berusaha ingin menjelaskan lebih detil tentang butur-butir Pancasila yang pada zaman Orde Baru tertuang dalam Eka Prasetya Pancakarsa. Sila Ke­tuhanan Yang Maha Esa mak­nanya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan, percaya dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Lalu berusaha menum­buhkan rasa saling menghar­mati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup. “Makna ter­dalam pada sila pertama ini adalah bahwa kehendak dan perbuatan kita tidak boleh ber­tentangan dengan kehendak Tuhan. Kebijakan-kebijakan pemerintahpun harus selaras dengan kehendak Tuhan. Bah­kan segala macam peraturan dan perundang-undangan yang ada tidak boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan Tuhan,” katanya.

Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab memiliki makna mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajibana ntara sesamama­nusia saling mencintai sesama manusia. Adanya kata “beradab” dari sila kedua dari Pancasila tersebut yang mencerminkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung ting­gi nilai-nilai kemanusian dan santun terhadap sesama. Sila ketiga Persatuan Indonesia me­emili makna yang paling mengi­kat di antara perbedaan yang ada di Indonesia: agama, ras, suku dan golongan. Sila ini me­nempatkan kesatuan, persa­tuan, kepentingan, dan kese­lamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan ne­gara, cinta tanah air dan bangsa, bangga sebagai bangsa Indo­nesia dan senantiasa menjaga kebhinnekaan.

Selanjutnya SilaKerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaks­anaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan adalah pilar De­mokrasi Pancasila. “Sila inilah yang membingkai demokrasi kita, Demokrasi Pancasila.” Ujar Soenman. “Demokrasi yang ber­dasarkan kepada musyawarah untuk mufakat, mengutamakan kepentingan negara dan masy­arakat, di atas segalanya. Namun keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,” katanya.

Sila Kelima Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjelaskan bahwa kekayaan alam Indonesia adalah milik seluruh rakyat Indonesia. Seluruh rakyat Indonesia berhak untuk menikmati kekayaan alamnya tanpa kecuali. Seluruh rakyat Indonesia berhak atas peng­hidupan yang layak dan berhak mendapatkan pekerjaan bagi kesejahteraan mereka. “Negara wajib menjamin dan memfasi­litasi agar seluruh rakyat bisa mendapatkan kesejahteraan. Mereka berhak mendapatkannya dari negara,” katanya. (adv)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X