Senin, 22 Desember 2025

Pemkot Diminta Awasi Sopir Angkot

- Senin, 22 Januari 2018 | 10:13 WIB

-

METROPOLITAN – Transportasi di Kota Bogor kembali jadi sorotan. Hal ini menyusul meninggalnya sopir angkot Aos Ridwan saat sedang menjalankan transportasi publik tersebut. Kejadian ini bisa  mengancam keselamatan penumpang. Apalagi, diketahui umur sopir tersebut berusia 72 tahun dan bukan lagi umur produktif serta rentan kesehatannya.

Berdasarkan informasi pada Sabtu (20/1) lalu, warga di sekitar Jalan Kapten Muslihat Kecamatan Bogor Tengah dikagetkan dengan tewasnya sopir angkot 02 Jurusan Sukasari-Bubulak Aos. Menurut Anggota Polresta Bogor Kota Briptu Gusman, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 17.00 WIB, Aos mengendarai angkot dari arah Stasiun Bogor menuju Gedung DPRD Kota Bogor. Ketika melintas di depan Taman Topi, Aos merendahkan laju kendaraannya. “Sempat saya kira angkotnya mau ngetem,” katanya kepada wartawan, Sabtu (20/1).

Gusman menambahkan, angkot bernomor polisi F 1911 AF itu bergerak menepi dan supir terlihat meringkuk di stir mobil. “Nggak gerak tapi masih nafas, pas kami angkat juga masih gerak,” ujarnya. Korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara, yang jaraknya tidak jauh dari tempat kejadian. Pihak kepolisian pun menghubungi keluarga korban di RT 04/11 Kampung Pala Kelurahan Gudang Kecamatan Bogor Tengah. “Pas kami bawa ke dalam RS, korban wafat. Setelah diperiksa, keluarga menjemput jenazah korban pukul 19:00 WIB, menggunakan angkot yang dikendarai almarhum,” tuntasnya.

Menurut Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, ini dampak dari jika angkutan umum tidak diawasi dan dilindungi pemerintah daerah. “Mestinya seusia 72 tahun kan tidak harus jadi supir angkot lagi, tetapi kan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, terpaksa tetap jadi supir angkot,” katanya saat dihubungi Metropolitan, kemarin.

Djoko menuturkan, seharusnya manajemen angkot tidak lagi perorangan dan beralih ke badan hukum, agar bisa menerapkan Standar Pelayanan Minimun (SPM). Hal itu, kata Djoko, akan memudahkan pembinaan dan sub operasional supir angkot. “Selama masih perorangan, SPM sulit dijalankan, di Kota Bogor kan belum semua berbadan hukum. Padahal, dalam SPM ada aspek keamanan, keselamatan, dan kenyamanan pada penumpang. Intinya manajemen perorangan harus berubah ke badan hukum, agar terkontrol, dan tidak terjadi kejadian seperti ini, kan bahaya,” ucapnya.

Terpisah, Ketua Organda Kota Bogor Muhammad Ischak menuturkan, tidak ada aturan baku yang menerangkan soal batasan umur menjadi sopir angkot. Menurutnya, selama masih lancar dan mampu mengendarai mobil angkot, sopir tetap bisa beroperasi di jalan. “Tidak ada (batasan umur untuk supir, red), selama masih bisa nyetir, masih terlihat sehat, ya mereka narik. Sebab, memang tidak ada aturan tertulis soal batasan umur,” pungkasnya.

(ryn/b/els)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X