METROPOLITAN - Pembangunan Jalan Bojonggede-Kemang (Bomang) yang tengah dilaksanakan sepanjang Kecamatan Kemang sampai Kecamatan Bojonggede, akan menghubungkan Jalan Raya Parung dengan Jalan Tegar Beriman mangkrak. Berhentinya pembangunan dikarna ada 160 bidang tanah milik masyarakat yang belum dibebaskan di dua kecamatan, yaitu di Kecamatan Bojonggede dan Tajurhalang.
Sejak proyek Bomang mangkrak, jalan yang menghubungkan tiga kecamatan menyisakan genangan air di bagian tengahnya, serupa kolam. Sementara di kiri - kanan, betonisasi pun belum sepenuhnya rampung, warga harus melewati jalan yang masih berbentuk tanah merah.
Menangapi hal tersebut, Kepala UPT Jalan dan Jembatan Wilayah 1 Cibinong Agus Sukwanto menutukan, proyek jalan yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 67,9 miliar itu bukan terbengkalai, namun memang sudah selesai untuk tahap pertama. "Kalau secara kontrak sudah 100 persen. Yang jalur lambatnya saja dibeton, di kanan-kirinya, kalau tengahnya belum karena ada yang masih belum dibebaskan tanahnya," ujar Agus .
Agus menambahkan, masih ada bagian jalan yang berupa tanah merah, salah satu yang belum menemui kesepakatan soal harga untuk dibebaskan, yang nantinya jalur tersebut akan mengarah ke Tajurhalang. Pihaknya belum mengetahui secara detail kapan pelaksanaan selesai. Sebab, hal tersebut bukan kewenangannya.
Untuk sisa pengerjaan di antaranya terkait penyiapan badan jalan sepanjang empat kilometer dan betonisasi terhadap jalur lambat sepanjang 2,7 kilometer di Kecamatan Tajurhalang. "Mungkin 2019 dilanjutkan, pokoknya menunggu pembebasan tanah dulu, untuk anggaran ke depan saya juga belum tahu, apakah dari pusat atau APBD. Pemkab lebih kepada monitoring kalau pengawasan kan ada konsultan juga," urainya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bogor, Permadi mengatakan, persoalan lajutan Jalan Bomang rencannya Komisi III akan mengagendakan Raker dengan Pemerintah Pusat agar ada tindak lanjut. Soal masih ada lahan yang dibebaskan, menurut Permadi itulah kendalanya jika warga menginginkan harga tinggi, di sisi lain pemerintah memiliki tim appraisal. "Gak bisa sewenang-wenang, harus sesuai appraisal juga," tukasnya .
(ads/a/els)