Senin, 22 Desember 2025

Program PKH Amburadul, Warga Miskin Kecewa

- Jumat, 9 Maret 2018 | 09:48 WIB

-

METROPOLITAN – Ratusan warga dari sejumlah tempat di Kota Bogor mendatangi kantor walikota. Para pendemo yang terdiri dari ibu rumah tangga (IRT) didampingi Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), menuding bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNP) yang digadang-gadang jadi solusi untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia, nyatanya jauh dari harapan. Selain bantuannya minim. Pengelolaannya dinilai amburadul.

Ketua SPRI Mario Sitompul mengatakan, Menurutnya, program ini mengandung banyak masalah. Diantaranya, manfaat kedua program ini dinilai sangat kecil karena tidak bisa menutup beban ekonomi rumah tangga miskin. Nilai bantuan BPNT hanya Rp110 ribu per bulan, yang dapat ditukar dengan beras, telur, dan lainnya. "Sementara jumlah bantuan PKH hanya sebesar Rp1.8 juta sampai Rp3,6 juta per tahun, tergantung dari jumlah anak. Bagaimana mungkin jumlah ini mencukupi mahalnya kebutuhan pokok sehari-hari?," katanya kepada awak media, kemarin.

Dia menambahkan, hal ini disebabkan dana yang digunakan terbilang cukup kecil, hanya Rp21,3 triliun. Mario membandingkan dengan pembayaran cicilan utang pemerintah pada Januari-Juli 2017 yang sebesar Rp347,6 triliun.  "Bandingkan dengan alokasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur 2017 sebesar Rp380 triliun.  Jumlah anggaran untuk program rakyat miskin ini, jauh di bawah anggaran kedua kebijakan tersebut," bebernya.

Sementara itu, Sekjen SPRI Dika Muhammad menduga, survei yang dilakukan pemerintah untuk menetapkan angka miskin pun tidak melibatkan partisipasi masyarakat miskin. Dia menambahkan, berdasarkan penelusuran lapangan SPRI terhadap data penerima PKH dan Rastra, ditemukan banyak masalah dalam survei pemerintah.

"Misalnya, sebagian besar warga miskin di Kota Bogor tidak pernah mengetahui kapan survei dilakukan oleh Kementerian Sosial dan lembaga terkait. Warga menduga survei hanya mengandalkan informasi yang didapat dari RT atau tokoh masyarakat," ketusnya.

Dia menganggap, kedua program tersebut hanya kebijakan yang sifatnya 'lip sevice', yang tujuannya hanya untuk pencitraan pemerintah saja. Seharusnya, kata Dika, ada program perlindungan sosial yang bersifat partisipatif, dan betul-betul merubah dari rakyat miskin jadi tidak miskin. "Masyarakat miskin harus benar-benar dilibatkan dalam segala tahapan kebijakan," tambahnya.

Salah satu Ibu asal Kota Bogor, Risma mengakui, kedua program belum berjalan maksimal karena dilapangan, ada kejadian yang tidak tepat sasaran. "Jangan sampai dipakai yang enggak benar. Ini jadi PR lah," tutupnya.

(ryn/dik/b)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X