Padatnya arus laluintas di perlintasan kereta api di Jl. RE Martadinata akan segera teratasi. Saat ini Pemerintah Kota Bogor tengah merevisi Detail Engineering Design (DED), pembangunan jalan layang di Jalan RE Martadinata, Kecamatan Bogor Tengah. Setelah direvisi, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor akan melakukan pembebasan lahan, seluas kurang lebih 500 meterpersegi disekitar lokasi. Pembebasan lahan akan memakan anggaran sebesar Rp14 miliar, yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2018.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Bogor Chusnul Rozaqi mengatakan, sebelum melakukan pembebasan lahan, pihaknya masih menunggu rekomendasi dan izin dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Pasalnya, ada beberapa perubahan setelah adanya revisi DED.
"Ada perubahan Garis Sempadan Jalan Rel (GSR). Di mana lokasi pastinya, belum bisa dibeberkan, sebab selain masih menunggu rekomendasi dan izin dari Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, kami menjaga kondusifitas di wilayah sebelum adanya kepastian rekomendasi mana saja yang perlu dibebaskan," katanya, kemarin.
Chusnul menambahkan, stakeholder pembangunan flyover RE Martadinata tidak hanya Pemkot Bogor, tetapi juga Dirjen Perkeretaapian Kemenhub serta Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai pelaksana pembangunan. Maka, sebelum rekomendasi dan izin turun, pembebasan lahan belum bisa dilakukan.
“Masih proses, jika bulan depan selesai, bisa langsung eksekusi. Bulan-bulan ini rekomendasinya harus keluar, agar pada Juni 2018 bisa segera dilelangkan oleh Balai Besar Jalan Negara. Jika proses lelang cepat, ya 45 hari setelahnya bisa langsung mulai dikerjakan, ” ujarnya.
Menurutnya, Kementerian PUPR sebagai pihak pelaksana pembangunan fisik flyover RE Martadinata sudah siap. Namun masih menunggu rekomendasi dari Dirjen Perkeretaapian Kemenhub.
Rekomendasi tersebut, sambung Chusnul, sangat dibutuhkan karena setiap infrastruktur yang bersinggungan dengan perlintasan kereta, perlu mengikuti rekomendasi, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 36 Tahun 2011. “Di dalamnya tertera ketentuan-ketentuan berapa sepadan minimal, secara horizontal maupun vertikal,” ujarnya.
Chusnul menerangkan, aturan tersebut jadi payung hukum sebagai perlindungan keselamatan masyarakat. Mengingat, di lokasi tersebut perlintasan kereta apinya berbentuk tikungan. “Dioptimalkan dengan metodologi pelaksanaan. Karena harus mempertimbangkan aspek keselamatan,” pungkasnya.
(ryn/dik/e)