METROPOLITAN - Lembaga Pemantau Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LP2BJP) Bogor Raya mengkritisi lahirnya Peraturan Bupati (Perbup) Bogor Nomor 53 Tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggaraan Unit Pengadaan Layanan Barang/Jasa (UPLBJ) Kabupaten Bogor. Menurut Direktur Eksekutif LP2BJP Bogor Raya Hendra Gunawan, perbup tersebut ditenggarai akan memperkuat posisi ULPBJ layaknya lembaga antibodi dan menjadi pengadilannya para pengusaha yang mengikuti pelelangan.
Para panitia yang tergabung dalam setiap pokja tidak ubahnya berlaku sebagai seorang hakim dalam menentukan calon pemenang. "Dalam pelelangan, saat ini informasi yang kita dapat ULP akan melakukan pembuktian kualifikasi dengan cara on the spot ke alamat domisili calon pemenang. Ini beda dengan tahun lalu. Ini sebuah terobosan dan langkah maju dan patut kita apresiasi agar tidak terjadi lagi premanisme usaha. Tidak ada lagi badan usaha yang merasa dihalangi ktk akan melakukan pembuktian" kata Hendra.
Namun yang menjadi pertanyaan publik, kata Hendra, apakah ada jaminan panitia itu akan independen. Sebab dalam on the spot itu, hanya tim kepanitiaan saja yang turun ke lapangan sementara SKPD selaku penguna anggaran tidak dilibatkan. "Bahkan saya lihat dalam beberapa pelelangan yang dilakukan pokja. Pemenangnya dengan nama badan usaha yang sama. Saya pun bertanya, apa yang jadi kriteria dan penilaian panitia dalam menentukan pemenang sementara perusahan itu sdh menang dipokja lain misalnya apa itu tidak menambah kecurigaan ada monopoli usaha yang dilakukan ULP," ujar Hendra.
Apa lagi, lanjut hendra, bisa dilihat di LPSE pelelangan 2018 sudah terjadi perang harga. Pengusaha seenaknya menawar dengan harga yang rendah sampai kisaran 25 persen. Seharusnya,ketika perbub itu akan diberlakukan, pemda terlebih dahulu melakukan sosialisasi lewat media atau dengan mengandeng kadin sebagi wadah para pengusaha. Pemda juga sudah mengantisipasi dengan membentuk tim teknis yang tugasnya mengevaluasi ambang batas harga penawaran dari para pengusaha agar tidak ada lagi pengusaha yang menawar seenaknya jidatnya. "Perbub itu kebijakan strategis, tim teknis itu diperlukan sebagai hakim garis dengan tetap harus memperhatikan muatan lokal tentunya," jelas Hendra.
Hendra pun, mengingatkan penentu harga pasar adalah para pengusaha itu sendiri. Naik dan turun harga mereka yang mengatur ada baiknya mereka pun mempertimbangkan kualitas dari pelaksanaan "Kepada para pengusaha saya berpesan jangan hanya sekedar ingin jadi pemenang tender saja, tapi harus bertanggung jawab juga dalam pelaksanaan pekerjaannya nantinya. Jangan di tengah jalan ditinggalkan begitu saja, ini efek domino dan yang rugi nanti adalah rakyat juga,” pungkasnya.
(*/els)