Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bogor masih terus menyelidiki kasus penebangan pohon tanpa izin yang dilakukan pihak Transmart Yasmin di Jalan KH Abdullah Bin Nuh, beberapa waktu lalu. Dalam gelar perkara nanti, penegak perda akan melibatkan unsur kepolisian untuk mengetahui ada atau tidaknya unsur pidana yang dilakukan pengelola pusat perbelanjaan itu.
Kepala Satpol PP Herry Karnadi mengatakan, unsur pidananya nanti ditangani Satreskrim Polresta Bogor Kota. Saat ini, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) sudah melakukan olah tempat kejadian perkara dan memeriksa sejumlah pihak untuk dimintai keterangan terkait penebangan sebanyak 18 pohon tanpa izin resmi itu. Sejumlah pihak yang dimintai keterangan diantaranya, dari Transmart dan Kasi Pertamanan Dinas Perumkim. Saat ini, tinggal memanggil Kabid Pertamanan Dinas Perumkim yang direncanakan pada Senin (7/5) mendatang. “Lima orang yang sudah kita panggil. Tinggal kabid yang belum,” kata dia.
Dari keterangan pihak Transmart, mereka berdalih penebangan pohon tersebut karena memiliki surat dari Kementrian PUPR dan Dinas PUPR Provinsi Jawa Barat serta surat Dinas Perumkim Kota Bogor. Namun dari hasil pemeriksaan, surat dari Kementrian PUPR berupa surat izin akses pintu masuk dan keluar Transmart. Begitu pula surat izin dari Provinsi Jabar menyangkut pembangunan celukan yang menyebabkan pohon pohon ditrotoar harus dibersihkan. “Tapi kan untuk perizinan penebangan pohon ranahnya ada di Pemkot Bogor. Yang bisa mengeluarkan hanya wali kota,” jelas Herry.
Sebelumnya, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bogor mendesak izin pusat perbelanjaan itu dikaji ulang. Termasuk rencana pembangunan Transmart di Tajur, Kecamatan Bogor Timur. KNPI juga menyatakan dengan tegas akan mengawal proses penyelidikan yang tengah dilakukan Satpol PP Kota Bogor terhadap pelanggaran yang dilakukan pengelola perusahaan milik Chairul Tanjung tersebut. “Mereka tengah memintai keterangan dari pihak Transmart dan Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperumkim) sebagai eksekutor. Kami menginginkan ada sanksi tegas dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, sebab ini bukan pertama kali terjadi. Dari pandangan kami, Transmart termasuk investor bandel,” kata Ketua DPD KNPI Kota Bogor Bagus Maulana.
Para investor, sambung Bagus, harusnya taat aturan dan etika yang berlaku di Kota Hujan. Penebangan pohon tanpa izin ini ditengarai menjadi lemahnya pemkot di mata para investor. Belum lagi kasus pembangunan mal Transmart di jalan Tajur yang juga bermasalah, karena belum berizin. “Kami tidak ingin menghalangi laju pembangunan yang dilakukan investor. Tapi tetap harus patuh ada etika hukum setempat,” imbuhnya.
Jika nantinya Satpol PP tidak dengan tegas memberikan sanksi, atau terkesan mengulur-ulur waktu, pihaknya tidak segan-segan untuk melaporkan hal ini ke aparat yang berwajib. KNPI Kota Bogor juga akan meminta data dari Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), dan meminta pemkot mengkaji ulang semua izin yang dipunyai Transmart. “Sebab, kasus ini menimbulkan kesan lemahnya pemkot. Langgar saja, paling bayar sanksi yang tidak seberapa, yang penting cepat. Kami ingin pemkot mengkaji ulang semua izin mereka (Transmart, red),” ucapnya.
Dirinya juga menyoroti kinerja dinas-dinas terkait penebangan tanpa izin tersebut. Seperti adanya masalah komunikasi antara Plt Wali Kota Usmar Hariman, sebagai kepala daerah, dengan Disperumkim. “Ada kesan melangkahi kewenangan, sebab ada koordinasi antar dinas (soal penebangan, red), tapi plt saat sidak menyebut, tidak pernah memberikan izin, padahal izin penebangan pohon sesuai perda ada di meja plt. Jangan-jangan ada dugaan korupsi kalau dinas yang kasih izin, padahal bukan kewenangannya,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Tata Kota Universitas Pakuan Budi Arief berpendapat, perda soal penebangan pohon di jalur hijau di Kota Hujan perlu direvisi, sebab aturan main dan sanksi yang ada terlalu lemah dan tidak memberikan efek jera terhadap pelanggar. Menurutnya, Perda nomor 6 tahun 2008 soal sanksi denda Rp50 juta nilainya terlalu kecil. Hal ini disinyalir menjadi alasan betapa mudahnya para pengusaha mengabaikan aturan tersebut. “Aturannya harus diperkuat, jadi tidak dianggap remeh. Apalagi, belum ada perda khusus perlindungan jalur hijau di Kota Bogor. Kata kuncinya, kalau tidak berizin, ya berarti melanggar,” katanya.
Maka dari itu, kata Budi, pemkot harus konsisten dan komitmen dalam menjalankan perda yang ada. Jangan sampai kejadian ini menjadi efek domino adanya kasus lain di Kota Bogor, seperti saat terjadi di bilangan Balai Binarum, Sukasari. “Sama seperti yang di Bandung, nah mereka juga didenda. Saya kira jumlahnya harus besar, kalau memang tujuannya efek jera. Jadi tidak diremehkan aturan kita loh,” pungkasnya.
(ryn/c/els)