MESKI mendapat pujian dan sanjungan dari Bupati Bogor Nurhayanti, sistem tersebut seolah hanya kebohongan semata yang dipakai untuk menutupi bobroknya pelayanan kesehatan di Bumi Tegar Beriman.
Berada di Play Store sejak 14 Mei 2018 dan telah mengalami pembaharuan sistem pada 2 Juni 2018, aplikasi tersebut baru di-download sekitar 100 pengguna smartphone. Mirisnya, dari 100 orang yang sudah mengunggah aplikasi
enam orang yang memberi ulaReservasi RSUD Ciawi, hanya san mengenai aplikasi kebanggaan Kabupaten Bogor.
Menggunakan pelayanan berbasis teknologi dinilai sekelompok orang dapat menjawab segala keluh kesah warga dalam mendapatkan pelayanan kesehatan layak. Namun sebaliknya yang malah terjadi, kurangnya sosialisasi sistem pelayanan online diduga menjadi penyebab kurang efektifnya aplikasi kesehatan bernama ’Reservasi RSUD Ciawi’ tersebut.
Menanggapi hal tersebut, salah satu pasien RSUD Ciawi Hasanudin mengaku sempat kebingungan melihat adanya dua antrean yang terdapat tepat depan pintu masuk RSUD. Saat disinggung soal pendaftaran melalui online, Hasan sama sekali tidak mengerti cara mengoperasikan aplikasi tersebut. ”Saya sendiri nggak ngerti Mas, katanya kalau daftar online nggak usah antre. Tapi tetap kita harus antre,” tutur Hasan kepada Metropolitan, kemarin.
Ia menilai menunggu antrean merupakan kewajiban seluruh pasien. Ia juga baru lagi menyambangi RSUD dan sedikit kaget dengan perubahan pelayanan yang ada. ”Katanya otomatis tapi tetap masih harus antre. Saya sudah lama nggak ke sini, makanya agak kaget,” jelasnya.
Disinggung soal mekanisme pendaftaran yang dipilih, ia lebih memilih mengambil nomor antrean di pagi hari selepas sahur. Bahkan, ia tidak mengerti sama sekali terkait pelayanan online yang telah diterapkan pihak RSUD. ”Saya tidak tahu mekanismenya, makanya saya minta tolong tetangga selepas sahur untuk ambil nomor antrean. Kalau nggak seperti itu mungkin selesai berobat sekitar pukul lima sore Mas, nggak tahan antreannya,” keluhnya.
Terpisah, Ketua Organisasi Kepemudaan Garuda KPP-RI, Reza Sang Ardya Alfarisi, mengatakan, penggunaan pelayanan berbasis teknologi dinilai sebuah terobosan yang sangat baik dalam melayani masyarakat. Tapi ia menilai pelayanan tersebut bakal memberikan dampak tersendiri bagi segelintir masyarakat. Ketidaktahuan masyarakat Kabupaten Bogor mengenali teknologi dinilai bakal menjadi hambatan bagi terobosan pelayanan tersebut.
Reza mengumpamakan seperti halnya dua gambar yang ada pada satu koin logam. Artinya, setiap kebijakan dan keputusan pasti memiliki risikonya tersendiri. Ia juga mencontohkan seperti halnya pelayanan BPJS secara online, hal tersebut bahkan mempersulit masyarakat dalam mendapatkan bantuan kesehatan dari pemerintah. Bahkan antrean panjang dan berbagai keluhan masyarakat kerap kali mewarnai perjalanan salah satu kebijakan pemerintah mengenai kesehatan tersebut. “Saya ingin pelayanan berbasis teknologi dapat menjadi solusi dan tidak menjadi masalah baru yang akan memperkeruh pelayanan kesehatan,” terangnya.
Ketika Metropolitan coba meminta tanggapan pihak RSUD Ciawi, salah satu Humas RSUD Ciawi Heri mengatakan untuk berkoordinasi dengan Ita selaku kabid Tata Usaha. Sementara saat dikonfirmasi via telepon tadi siang, Ita mengaku tidak bisa menemui karena sedang tidak ada di tempat. “Besok saja datang lagi ya, saya sedang di luar,” katanya. (ogi/c/yok/py)