Minggu, 21 Desember 2025

Tiap Tahun Empat Orang Meninggal karena HIV/AIDS

- Selasa, 26 Juni 2018 | 13:31 WIB

-

Di Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) yang diperingati setiap 26 Juni, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor fokus menangani pengidap HIV/AIDS yang jumlahnya semakin meningkat. Sebab, hampir 70 persen penderita penyakit mema­tikan ini adalah penguna narkoba.

DATA Komisi Penanggu­langan AIDS (KPA) Kabupaten Bogor mencatat, tiga hingga empat pengidap HIV/AIDS meninggal dunia setiap tahun­nya. Ketua KPA Kabupaten Bogor, Ahmad Hermawan, mengatakan, virus HIV/AIDS sudah menyerang anak sejak lahir. Salah satu penyebaran­nya memang dari jarum sun­tik yang dipakai bergantian antarpengguna narkoba. “Di Kabupaten Bogor ada bayi, balita yang sudah mengidap HIV. Paling banyak usia 45 tahun,” kata Hermawan ke­pada Metropolitan, kemarin.

Penanganan pengidap HIV/AIDS juga jadi perhatian Ika­tan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kabupaten Bogor. Menurut Ketua IPSM Kabu­paten Bogor Dian Firmansyah, pihaknya terlibat langsung dalam penanganan HIV/AIDS. Mulai dari langkah antisipatif sampai penanganan serta penanggulangannya. Bahkan akan membentuk Divisi Penanggulangan AIDS (DPA), dengan harapan bersama-sama pemerintah dan masy­arakat meminimalisasi penye­baran HIV/AIDS dan men­goptimalkan penanganan terhadap yang sudah terlanjur teridap HIV/AIDS.

Dengan jumlah pengidap HIV/AIDS yang mencapai 1.533 orang, Dian menilai sudah sangat tinggi. IPSM harus lebih ekstra mengantisipasi karena penye­baran virus sudah tersebar di setiap 40 kecamatan di Kabu­paten Bogor. “Yang paling ba­nyak mengidap HIV/AIDS itu laki-laki ketimbang perem­puan. Untuk Kecamatan Ciomas saja ada 127. Untuk laki-laki ada 86 orang dan perempuan 41 orang. Belum lagi dari keca­matan lainnya,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Bupati Bogor, Nurhayanti, mengata­kan, Pemkab Bogor sudah berupaya menanggulangi HIV/AIDS. Ia mempercayakan KPA Kabupaten Bogor yang me­nanganinya. “Untuk penanga­nan virus HIV/AIDS itu ada tim yang sedang menangani. Jadi, kita serahkan saja pada tim yang sudah dibentuk,” katanya.

Sementara di Kota Bogor, setiap tahun jumlah pende­rita baru HIV fluktuatif. Pada 2015 ada 458 penderita baru. Tapi, jumlahnya meningkat drastis. Pada 2016 sebanyak 751 orang. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) berusaha agar tak ada penderita baru dan meninggal karena HIV. Artinya, infeksi virus yang menular lewat aliran darah ataupun cairan tubuh lainnya bisa dikendalikan dengan maksimal.

Untuk menekan angka peng­idap HIV, berbagai cara dila­kukan. Salah satunya menda­tangi tempat-tempat perkum­pulan orang yang berisiko HIV, seperti perkumpulan homo­seksual, Wanita Tuna Susila (WTS) serta transgender.

Pengelola Program HIV Di­nas Kesehatan Kota Bogor, Nia Yuniawati Rahmat, mengata­kan, pihaknya terus memburu orang-orang yang berisiko HIV. Sudah hampir sebulan lalu pihaknya rutin memeriksa dengan cara jemput bola. Namun tak mudah bagi dinkes, sebab masih ada yang meno­lak diperiksa. “Tapi lebih ba­nyak yang mau. Dibantu me­lobi komunitas mereka juga,” ujarnya.

Ada 24 lokasi yang dis­ambanginya siang malam untuk menemukan pende­rita baru HIV. “Kadang kami pulang jam 12 malam bahkan bisa sampai jam 2 dini hari. Kan mereka malam,” terang­nya. Lokasi tersebut di anta­ranya Jalan Juanda, Jalan Dewi Sartika dan sekitar BNR.

Selain memeriksa tiga tem­pat rawan penularan HIV, pihaknya juga membidik dua tempat lainnya. Tempat ter­sebut antara lain kantor Or­ganisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Bogor serta tempat Intravena Drug User (IDU) atau pengguna jarum suntik.

Tak hanya itu, Dinkes Kota Bogor juga rupanya menyo­sialisasikan ke berbagai tem­pat. Mulai dari hotel, restoran hingga salon. Meski kemun­gkinan terjadinya penularan HIV di tempat tersebut tidak besar, pencegahan harus dila­kukan secara menyeluruh. “Karena ketiga tempat itu ada alat yang dipakai berkali kali,” katanya.

Seperti halnya salon, ada alat-alat tertentu seperti jarum yang ditusuk-tusukkan ke ba­gian tubuh pelanggan seper­ti akupuntur. Jarum tersebut dikhawatirkan digunakan pada orang yang mengidap HIV kemudian menular ke pelanggan yang tidak memi­liki riwayat HIV.

Sedangkan restoran, khawa­tir peralatan makan terkena darah pelanggan. ”Misalnya ada keluar darah dari mulut pelanggan yang positif HIV bisa saja. Memang kecil kemun­gkinan tapi kita harus men­cegah itu,” paparnya. Kalau hotel, kata Nia, desinfektan spreinya dan alat-alat lain. Selain HIV, pihaknya juga mencegah penularan penya­kit seksual. Sementara untuk mengetahui pengidap HIV, Dinas Kesehatan Kota Bogor menggunakan Volunteri Con­seling and Testing (VCT). (mul/b/els/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X