Senin, 22 Desember 2025

Soal Teplan, Wali Kota : Itu Ranah TNI

- Selasa, 14 Agustus 2018 | 10:19 WIB

METROPOLITAN – Kisruh pasca pengosongan rumah dinas TNI di di kompleks Asrama Teplan, Kelurahan Kedungbdak, Kecamatan Tanahsaeral terus bergulir. Warga yang merasa diperlakukan tidak adil pun meminta bantuan hukum pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Bogor Raya (KBR), dan melaporkan kejadian itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sabtu (11/8) lalu. Menanggapi hal itu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto pun angkat bicara. Menurut Bima, sebagai sesama Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), dirinya merasa wajib mendukung apa yang menjadi kebijakan dan keputusan dari TNI. Termasuk soal keputusan melakukan pengosongan terhadap warga yang tinggal di rumah dinas TNI Teplan. “Sebab teman-teman TNI kan sudah memutuskan itu. Ya saya sih sesama Muspida wajib mendukung,” katanya saat ditemui Metropolitan, kemarin. Soal aduan warga ke Komnas HAM, lelaki 45 tahun ini mengerti dan menghargai keinginan warga. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor akan mengikuti proses yang sudah diatur TNI. “Nggak apa-apa lah. Itu kan ranah TNI. Soal asrama itu, ya saling menghargai. Kami sih ikuti aja prosesnya saja,” imbuhnya. Sementara itu, Kepala penerangan Korem (Kapenrem) 061/Suryakencana, Mayor Inf Ratno Sudarmadi, menuturkan, Korem sudah monitor tentang laporan ini, kita serahkan ke mekanisme yang ada, Korem juga sudah menyiapkan tim hukum untuk menjawab itu semua, yang jelas apa yang dilakukan sudah sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang ada. Dasar penertiban rumah dinas, pihaknya mengacu pada PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah. Lalu, Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 30 Tahun 2009 tentang tata cara pembinaan rumah tangga di lingkungan Departemen Pertahanan dan TNI. Dalam Pasal 11 ayat 11, tentang apabila tidak mengindahkan ketentuan akan diambil tindakan pengosongan secara paksa, setelah terlebih dahulu diberikan peringatan. “Sedangkan dalam Pasal 11 Ayat 12, ganti rugi atas segala biaya dari penghuni akibat penggunaan dan pengosongan rumah negara tidak ditanggung oleh negara. Serta dalam Pasal 12 ayat 1, Penghuni rumah negara wajib membayar sewa rumah, membayar rekening listrik, air, telepon dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta memelihara, mengamankan dan memanfaatkan rumah negara sesuai dengan fungsinya,” ucapnya. Menanggapi aduan warga ke Komnas Ham soal dugaan adanya kekerasan fisik saat pengosongan rumah dinas, dia mengaku tidak ambil pusing. Tim Hukum dari TNI akan menjawab soal laporan warga dengan data yang ada. “Waktu itu lihat sendiri di lapangan, benar atau tidak ada kekerasan fisik, bisa datang ke Korem untuk lihat dokumentasi foto dan video di lapangan. Wartawan pun waktu itu bebas kok, untuk meliput pada saat penertiban,” paparnya. Sebelumnya diberitakan, pasca pengosongan rumah dinas TNI di kompleks Asrama Teplan, Kelurahan Kedungbdak, Kecamatan Tanahsaeral, akhir Juli lalu, puluhan warga mendatangi Komnas HAM untuk mengadukan nasibnya. Didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Bogor Raya (KBR), mereka tetap merasa pengosongan dilakukan secara paksa oleh Korem 061/Suryakencana. Kedatangan warga diterima Komisioner Bidang Mediasi, Munafrizal Manan. LBH Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) pun menjelaskan kronologis peristiwa pengosongan paksa tersebut. Perwakilan warga, Goris Sembiring mengaku tidak habis fikir, mengapa warga harus terusir dari rumah sendiri, yang telah didiami sejak 1970-an itu. “Orang tua kami mewarisi ke kami, bahkan secara rutin kami membayar PBB. Kami tidak mengerti alasan (TNI AD),” katanya. Apalagi, ada fakta dokumen yang memperlihatkan warga sudah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara rutin. Sehingga warga setidaknya merupakan pemilik, berdasarkan prinsip beziter rechti dan hak keutamaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sementara itu, Koordinator Tim Pembela LBH KBR, Sugeng Teguh Santoso mengatakan, ada alasan cukup kuat untuk memberikan bantuan hukum dan mencari keadilan bagi warga Teplan Bogor. Menurutnya, warga sebagai korban, layak mendapatkan perlindungan hukum atas hak pemukiman, karena memiliki dan membayar PBB hingga saat ini. “Fakta itu menunjukan, menurut hukum, apabila warga memiliki dan membayar  PBB atas nama warga, maka jelas status tanah tersebut adalah tanah negara, yang berhak ditempati dan digarap, dan penggarap berhak mengajukan hak atas tanah,” ucap Sugeng. Kalau itu tanah negara, sambung dia, secara hukum atas tanah tersebut belum dibebani hak atas tanah oleh pihak manapun, termasuk tanah oleh TNI atau Korem. “Mudah-mudahan Komnas HAM memberi perhatian serius terhadap korban yang memiliki PBB ini,” imbuhnya. Sugeng juga meminta Komnas HAM untuk menindak lanjut laporan itu, serta segera melakukan mediasi dengan pihak Korem atau Dandim Bogor, agar tidak ada lagi keresahan warga. “Karena ada ancaman dilakukan tindakan sepihak pengosongan kembali atas rumah warga lainnya,” ujarnya . Terpisah, Komisioner Munafrizal Manan menerima laporan tersebut, dan akan membawa dalam rapat pleno. Pihaknya bakal memeriksa kasus ini secara objektif, bersama pihak yang berkompeten. “Akan kami cek status tanah itu,” paparnya. (ryn/b/els)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X