Minggu, 21 Desember 2025

Tamasya saat Ganjil Genap

- Kamis, 4 Oktober 2018 | 09:10 WIB

Penerapan program ganjil genap di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor yang akan diberlakukan menuai pro-kontra. Sebab, wacana pemberlakuan ini bakal memengaruhi ekonomi di bidang pariwisata. Ketua Penelitian dan Pengembangan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor, Sofyan Ginting, menuturkan, penerapan ganjil genap yang dikatakan sebagai solusi dari kemacetan Puncak rasanya perlu dikaji dan dipertimbangkan dengan baik.

MASIH ada cara lain untuk menyelesaikan kemacetan di Puncak selain penerapan ganjil genap,” terang Sofyan saat dite­mui Metropolitan di salah satu hotel di Jalan Pajajaran, kemarin. Dengan pemberlakuan ganjil genap di kawasan Puncak, ma­ka akan membatasi masyarakat untuk menginap di hotel.

“Sekarang dihitung dulu deh, dalam tiga bulan ke depan sam­pai akhir tahun ada berapa hari libur. Seimbang atau tidak gan­jil dan genapnya. Sedangkan okupansi (kamar yang terisi, red) di hotel kita itu tingginya di hari libur,” paparnya.

Okupansi hotel setiap malam minggu atau hari libur merupa­kan panennya masyarakat yang berniaga atau masyarakat yang memiliki ekonomi tinggi. Oku­pansi hotel di Puncak saat hari libur mencapai 70 persen hing­ga 80 persen. Untuk hari kerja hanya 50 persen hingga 60 per­sen, bahkan bisa mencapai 40 persen. Sehingga sudah ter­bukti, okupansi hotel tertinggi itu di hari libur.

“Jadi baiknya dipertimbangkan aspek lain dengan matang agar tidak membuat resah orang-orang yang usaha di hari libur,” katanya. Menurut dia, Puncak merupakan destinasi wisata. Jika diberlaku­kan ganjil genap, okupansi tentu akan turun karena masy­arakat membatasi kunjungan. Puncak sedang ditata menjadi lebih baik dan perhotelan sedang membenahi pelayanan. Penda­patan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata sekitar 30 per­sen.

“Lalu sekarang sudah bagus malah dibatasi, logikanya gama­suk. Saya tegaskan, ini tidak boleh dilakukan pembatasan atau pengaturan ganjil genap. Kalau tidak nanti akan mem­pengaruhi tingkat pemasukan,” tegasnya.

Terpisah, Room Division Ma­nager Hotel Royal Safari, Dody Saputro, memaparkan, untuk wacana pemberlakuan ganjil genap di Puncak Bogor untuk hari kerja tidak begitu berpeng­aruh terhadap okupansi hotel. Sebab, tamu Royal Safari di hari kerja datang untuk meng­gelar meeting, jadi memang sudah dipersiapkan sebelumnya. “Tapi di hari libur, tamu hotel berdatangan untuk berwisata tentu berpengaruh,” bebernya.

Ia menjelaskan, okupansi Royal Safari pada hari libur men­capai 95 persen hingga 100 per­sen. Hari kerja 40 persen hingga 50 persen. Jumlah kamar yang tersedia dengan berbagai tipe yakni 319 kamar dengan harga mulai Rp700 ribu sampai Rp4,5 juta. “Sebenarnya efek dari pe­nerapan ganjil genap itu pasti ada dan akan menurunkan oku­pansi hotel,” katanya.

Sementara itu, Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Bogor, AKP Hasby Ristama, mengatakan, penerapan ganjil genap di Jalan Raya Puncak baru sebatas usu­lan. ”Jadi, ini baru akan dibahas dengan kepolisian, pemerintah daerah maupun kementerian terkait,” ujarnya.

Meski begitu, sambung Hasby, kawasan Puncak sangat memun­gkinkan diterapkan ganjil genap, mengingat rata-rata jumlah kendaraan melintas jalur Puncak, khususnya pada akhir pekan di atas 40.000 kendaraan. Sedang­kan kapasitas jalur Puncak se­panjang 21 kilometer sekitar 20.000 kendaraan.

”Perbandingan jumlah dan kapasitas saja berbeda jauh. Sistem satu arah diberlakukan setiap akhir pekan dan sudah berlangsung 31 tahun pun tidak relevan,” tandasnya. (mgh/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X