METROPOLITAN - Gedung Plaza Bogor bakal digunakan sebagai taman, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan lahan parkir. Saat ini rencana penataan dengan konsep Park and Ride tersebut baru kajian fisik pra Visibility Study (VS) yang dilakukan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor pada November 2018.
Kabid Perencanaan Fisik Bappeda Kota Bogor, Sonny Riyadi, mengatakan, setiap perencanaan ada sisi yang berbeda-berbeda, namun intinya tidak menghilangkan pedagang tapi lebih ke penataan. Rencananya gedung Plaza Bogor digunakan sebagai taman atau RTH.
Sedangkan di bawahnya ada tempat parkir, termasuk perdagangan barang dan jasa, seperti pedagang cinderamata. Ada pula pembangunan underpass dari eks Plaza Bogor menuju Kebun Raya Bogor (KRB). “Ini baru sebatas pra VS, tentunya harus dilengkapi kajian ekonomi, amdal lalin, termasuk DED,” katanya.
Di pra VS nantinya, sambung dia, bisa terlihat dampaknya untuk kawasan tersebut. Dalam bayangan tim, yang menyebabkan macet yakni jembatan kecil. Warga yang melintas dan bertumpuknya berbagai kepentingan di Jalan Roda.
”Semoga dengan konsep yang disampaikan wali kota ada penataan pusat kota yang lebih baik. Kajiannya baru akan dilakukan November atau Desember. Setelah itu baru muncul apa saja keperluannya. Secara garis besar nanti akan ada semacam DED,’’bebernya.
Menurut dia, peruntukan perdagangan di Jalan Suryakencana tetap ada. Sebab, konsepnya bukan berarti menghilangkan. Pedagang nantinya bisa direlokasi ke pasar lain, seperti Sukasari, Jambu Dua atau Pasar Teknik Umum (Tekum). Sehingga akan terjadi redistribusi fungsi. Artinya pusat-pusat keramaian tidak bertumpuk di satu titik.
“Estimasinya menghabiskan anggaran sekitar Rp300 miliar dengan luas satu hektare. Tapi, nominal bisa dipastikan setelah ada DED. Terlebih yang menyusun DED berbeda-beda, gedung dari Dinas Permukiman, DED underpass dari PUPR dan taman dari Dinas Taman,” ungkapnya.
Sementara itu, perwakilan pedagang Plaza Bogor, Aji Sunaryo, mengatakan, pihaknya pada 2 Oktober menyampaikan surat terbuka ke wali kota, DPRD dan PD PPJ mengenai penolakan konsep Park and Ride serta tidak diberikan informasi yang jelas.
”Harusnya kami diajak bicara atau musyawarah dengan melibatkan pedagang. Sikap pemkot yang seperti ini, membuat pedagang menolak total. Sampai sekarang masih belum ada jawaban. Kami berharap ada dialog dengan Pemkot Bogor,” katanya.
Aji menambahkan, masalah hidup tak semudah itu, karena langkah lain akan dilakukan jika tidak ada titik temu. Dengan adanya rencana tersebut, nasib pedagang belum jelas dan selalu khawatir lapaknya digusur pemkot. ”Kami tidak melawan. Beri kami kesempatan mencari tempat baru dulu, makanya harus ada dialog,” terangnya.
Terpisah, anggota Komisi B DPRD Kota, Eny Indari, mengatakan, jangan sampai niat bagus berdampak buruk. Kota Bogor memang membutuhkan tempat parkir, tapi perhatikan juga dampaknya. ”Jadi, harus disosialisasikan dulu ke pedagang, jangan sampai ada demo dan ada pihak yang dirugikan,” katanya. (ads/c/sal/py)